KLH Akselerasi Sampah Jadi Energi: Aturan Baru dan Solusi Isu Sampah Nasional
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) berupaya mengakselerasi pemanfaatan sampah menjadi energi untuk mengatasi masalah sampah nasional, dengan rencana penggabungan tiga Perpres dan skema subsidi.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tengah berupaya keras mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, untuk melakukan penyelesaian penanganan sampah secara komprehensif, termasuk perubahan rencana strategis. Salah satu solusi yang diprioritaskan adalah akselerasi pemanfaatan sampah menjadi energi, sebuah langkah yang diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam pengelolaan sampah di berbagai daerah.
Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa pemerintah akan menyatukan tiga Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan sampah untuk mendukung pemanfaatan sampah menjadi energi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Percepatan ini juga meliputi penyederhanaan administrasi dan solusi permasalahan keuangan yang selama ini menghambat pengembangan PLTSa.
Langkah ini merupakan respons langsung atas instruksi Presiden dan upaya untuk mengatasi permasalahan sampah yang kompleks di Indonesia. Pemerintah menyadari perlunya solusi terintegrasi dan efisien untuk menangani volume sampah yang terus meningkat, serta memanfaatkan potensi energi terbarukan dari sampah.
Penggabungan Tiga Perpres dan Skema Subsidi
Tiga Perpres yang akan digabungkan adalah Perpres Nomor 97 Tahun 2017 tentang kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga, Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik, dan Perpres Nomor 83 Tahun 2018 tentang penanganan sampah di laut. Penggabungan ini bertujuan untuk menciptakan regulasi yang lebih terpadu dan efisien dalam pengelolaan sampah.
Pemerintah menargetkan penyelesaian penggabungan Perpres dalam waktu satu bulan. Proses ini melibatkan koordinasi dengan Bappenas dan PLN untuk menyempurnakan konsep yang telah ada. Percepatan izin pemrakarsa juga akan dilakukan untuk mempercepat realisasi proyek PLTSa.
Skema yang dicanangkan mencakup biaya listrik dari PLTSa sebesar 19,20 sen per kilowatt hour (kWh), lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan PLN (13,5 sen per kWh). Selisih biaya ini akan dipenuhi melalui subsidi dari Kementerian Keuangan.
Potensi Keuntungan Pengembang PLTSa
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa detail harga dan skema masih dalam pembahasan. Namun, dengan skenario pemanfaatan sampah lebih dari 1.000 ton per hari, pengembang PLTSa berpotensi mendapatkan keuntungan.
Meskipun detail teknis masih dalam pembahasan, upaya pemerintah untuk mengakselerasi pemanfaatan sampah menjadi energi menunjukkan komitmen serius dalam mengatasi masalah sampah dan mengembangkan energi terbarukan di Indonesia. Subsidi yang diberikan diharapkan dapat mendorong investasi dan percepatan pembangunan PLTSa di berbagai daerah.
Dengan adanya penggabungan Perpres dan skema subsidi, diharapkan akan tercipta ekosistem yang lebih kondusif bagi pengembangan PLTSa. Hal ini akan berkontribusi pada pengurangan timbunan sampah, peningkatan energi terbarukan, dan pengelolaan lingkungan yang lebih berkelanjutan.
Pemerintah optimistis bahwa langkah-langkah ini akan memberikan dampak positif bagi lingkungan dan perekonomian Indonesia. Akselerasi pemanfaatan sampah menjadi energi merupakan bagian penting dari strategi pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.