KLH Targetkan 200 Alat Pemantau Kualitas Udara Tersebar di Indonesia pada 2045
Kementerian Lingkungan Hidup menargetkan penambahan alat pemantau kualitas udara hingga 200 unit pada 2045 demi kualitas udara yang lebih baik.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menargetkan penambahan jumlah alat pemantau kualitas udara ambien secara nasional menjadi 200 unit pada tahun 2045. Langkah ini diambil sebagai upaya meningkatkan kualitas udara di berbagai wilayah Indonesia. Data yang akurat dari alat pemantau ini diharapkan menjadi dasar dalam merancang kebijakan pengendalian pencemaran dan perlindungan kesehatan masyarakat.
Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH, Rasio Ridho Sani, menyampaikan bahwa saat ini baru tersedia sekitar 72 unit alat pemantau kualitas udara yang beroperasi aktif di seluruh Indonesia. Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas Strategi Peningkatan Kualitas Udara bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Senin. "Angka ini tentu masih jauh dari cukup," ujarnya.
Ridho menjelaskan bahwa alat pemantau yang dimaksud mencakup sistem pemantauan kualitas udara berbasis sensor kontinyu dan passive sampler. Kedua jenis alat ini sangat penting untuk mendeteksi tren polusi secara real-time. Investasi yang besar dibutuhkan untuk pemasangan alat ini, sehingga KLH membuka peluang kerja sama dengan pemerintah daerah dan sektor swasta untuk memperluas jangkauan pemantauan.
Standarisasi Jumlah Alat Pemantau Kualitas Udara
KLH sedang merumuskan standar minimum jumlah alat pemantau yang wajib dimiliki oleh pemerintah daerah, terutama di wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap daerah memiliki kemampuan yang memadai dalam memantau dan mengendalikan kualitas udara.
Menurut Ridho, data kualitas udara yang akurat sangat penting sebagai dasar utama dalam merancang kebijakan pengendalian pencemaran dan perlindungan kesehatan masyarakat. Dengan data yang akurat, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi dampak buruk polusi udara terhadap kesehatan dan lingkungan.
Beberapa wilayah metropolitan seperti Jabodetabek telah menunjukkan tren peningkatan partikel halus (PM2,5), terutama saat musim kemarau akibat stagnasi udara dan pembakaran sampah atau kebakaran di tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan pemantauan dan pengendalian kualitas udara di wilayah-wilayah padat penduduk.
Peluang Kerja Sama dengan Pemerintah Daerah dan Swasta
Ridho mengakui bahwa pemasangan alat pemantau kualitas udara membutuhkan investasi yang besar. Oleh karena itu, KLH membuka peluang kerja sama dengan pemerintah daerah dan sektor swasta untuk memperluas jangkauan pemantauan. Kerja sama ini diharapkan dapat mempercepat penambahan jumlah alat pemantau dan meningkatkan efektivitas pengendalian kualitas udara.
Pemerintah daerah dapat berperan aktif dalam menyediakan lahan dan infrastruktur pendukung untuk pemasangan alat pemantau. Sementara itu, sektor swasta dapat berkontribusi melalui investasi dan teknologi yang inovatif dalam pemantauan kualitas udara.
Dengan adanya kerja sama yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta, target penambahan alat pemantau kualitas udara hingga 200 unit pada tahun 2045 diharapkan dapat tercapai. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Peningkatan jumlah alat pemantau kualitas udara menjadi langkah penting dalam upaya menjaga kualitas udara di Indonesia. Dengan data yang akurat dan kebijakan yang tepat, diharapkan kualitas udara di Indonesia dapat terus membaik dan memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat serta kelestarian lingkungan.