Tahukah Anda? Tiga Narapidana Narkotika di Kepri Dapat Amnesti Presiden Prabowo, Langsung Bebas!
Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada tiga narapidana kasus narkotika di Kepulauan Riau. Simak detail mengapa mereka layak mendapat Amnesti Presiden dan langsung bebas!

Tiga narapidana kasus narkotika di wilayah Kepulauan Riau (Kepri) telah menerima amnesti atau pengampunan hukuman langsung dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Keputusan ini berimplikasi pada pembebasan segera ketiga individu tersebut dari masa pidana mereka. Pemberian amnesti ini merupakan langkah signifikan dalam sistem peradilan pidana Indonesia, menunjukkan adanya pertimbangan khusus dari kepala negara.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Kanwil Ditjenpas) Kepri mengonfirmasi bahwa ketiga narapidana tersebut telah dibebaskan sejak Sabtu, 2 Agustus, setelah menerima keputusan amnesti. Mereka adalah Abdullah Arifin dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Tanjungpinang, serta Sayed Sopian dan M. Isbandi dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Batam dan Rutan Kelas IIA Batam. Proses pembebasan ini menindaklanjuti surat resmi dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Kepala Kanwil Ditjenpas Kepri, Aris Mundar, menjelaskan bahwa amnesti ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2025 tentang Pemberian Amnesti, tertanggal 1 Agustus 2025. Keputusan ini diambil setelah melalui serangkaian penilaian ketat terhadap syarat administratif dan substantif yang harus dipenuhi oleh para narapidana. Ini menandai sebuah momen penting bagi mereka yang menerima pengampunan dari negara.
Penerima Amnesti dan Kasus yang Melilit
Pemberian amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto ini menyasar tiga narapidana yang sebelumnya terbukti bersalah dalam kasus narkotika. Masing-masing telah menjalani vonis hukuman pidana penjara yang bervariasi. Keputusan ini menunjukkan bahwa meskipun terlibat dalam kasus serius, ada ruang bagi pengampunan berdasarkan pertimbangan tertentu.
Narapidana pertama, Abdullah Arifin, sebelumnya divonis hukuman penjara selama dua tahun. Ia merupakan warga binaan yang ditempatkan di Rumah Tahanan Kelas I Tanjungpinang. Kasusnya berkaitan dengan tindak pidana narkotika yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dua narapidana lainnya, Sayed Sopian dan M. Isbandi, masing-masing dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun enam bulan. Sayed Sopian merupakan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Batam, sementara M. Isbandi berada di Rutan Kelas IIA Batam. Ketiganya kini telah menikmati kebebasan setelah keputusan Amnesti Presiden ini.
Proses dan Dasar Hukum Pemberian Amnesti
Pemberian amnesti ini tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan melalui prosedur yang ketat dan berdasarkan dasar hukum yang jelas. Kepala Kanwil Ditjenpas Kepri, Aris Mundar, menegaskan bahwa keputusan ini menindaklanjuti Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-PK.01.02-1292. Surat tersebut diterbitkan pada tanggal 1 Agustus 2025, yang kemudian menjadi dasar bagi Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2025.
Aris menjelaskan bahwa ketiga narapidana tersebut dinyatakan memenuhi syarat administratif dan substantif untuk menerima amnesti. Penilaian ini mencakup evaluasi menyeluruh terhadap perilaku mereka selama masa pembinaan di rutan maupun lapas. Aspek ini menjadi krusial dalam menentukan kelayakan seorang narapidana untuk mendapatkan pengampunan dari negara.
Persyaratan substantif dan administratif yang ketat memastikan bahwa amnesti diberikan kepada individu yang benar-benar menunjukkan perubahan positif dan memenuhi kriteria yang ditetapkan. Proses ini mencerminkan prinsip kehati-hatian dalam setiap keputusan yang melibatkan kebebasan seseorang. Pemberian Amnesti Presiden ini menjadi contoh nyata penerapan prinsip tersebut.
Amnesti: Sisi Kemanusiaan dalam Sistem Pemasyarakatan
Pemberian amnesti oleh Presiden RI mencerminkan sisi kemanusiaan yang mendalam dalam sistem pemasyarakatan. Aris Mundar menekankan bahwa amnesti bukan sekadar pengampunan, tetapi juga bentuk pengakuan negara terhadap kondisi khusus yang dialami oleh warga binaan. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak hanya berfokus pada aspek hukuman, tetapi juga pada rehabilitasi dan reintegrasi sosial.
Menurut Aris, amnesti ini merupakan bagian dari keadilan yang lebih bermartabat. Ini memberikan kesempatan kedua bagi individu yang telah menjalani masa pidana dan menunjukkan perilaku baik selama pembinaan. Keputusan ini juga menegaskan bahwa sistem hukum memiliki fleksibilitas untuk mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam penegakan keadilan.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi para narapidana yang dibebaskan, memungkinkan mereka untuk kembali berintegrasi dengan masyarakat. Pemberian Amnesti Presiden ini menjadi preseden penting dalam upaya mewujudkan sistem pemasyarakatan yang lebih humanis dan berkeadilan. Ini adalah bentuk nyata dari perhatian negara terhadap warga binaannya.