Amnesti Presiden: Tak untuk Narapidana Politik Bersenjata
Menteri HAM Natalius Pigai menegaskan bahwa amnesti yang akan diberikan Presiden Prabowo Subianto tidak mencakup narapidana politik bersenjata, demi keamanan dan mencegah potensi tindakan serupa di masa depan.
![Amnesti Presiden: Tak untuk Narapidana Politik Bersenjata](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/05/220147.945-amnesti-presiden-tak-untuk-narapidana-politik-bersenjata-1.jpg)
Jakarta, 5 Februari 2024 - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, memberikan klarifikasi penting terkait rencana amnesti Presiden Prabowo Subianto. Dalam rapat kerja bersama Komisi XIII DPR RI di Senayan, Jakarta, Pigai menekankan bahwa amnesti tidak ditujukan bagi narapidana politik yang terlibat aksi makar bersenjata. "Amnesti) tidak diperuntukkan bagi mereka yang bersenjata," tegasnya.
Pertimbangan Keamanan dan Pencegahan Aksi Berulang
Keputusan ini didasari pada pertimbangan keamanan dan pencegahan potensi tindakan serupa di masa depan. Pigai mempertanyakan jaminan keamanan jika narapidana bersenjata dibebaskan. "Siapa yang bisa memastikan setelah kami kasih amnesti, mereka tidak lakukan aksi lagi?" tanyanya retoris. Ia menilai, pemberian amnesti kepada kelompok ini berisiko tinggi, mengingat potensi mereka untuk mengulangi tindakan kekerasan. "Orang yang biasa membunuh, membunuh manusia adalah hal yang biasa," ujarnya menggambarkan kekhawatirannya.
Lebih lanjut, Pigai menjelaskan bahwa narapidana politik bersenjata kemungkinan besar tidak akan lolos asesmen hukum yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM. Proses asesmen ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemberian amnesti tidak akan membahayakan keamanan publik. Oleh karena itu, pemberian amnesti kepada mereka dinilai "agak riskan".
Amnesti untuk Narapidana Politik Non-Bersenjata
Sebaliknya, amnesti akan diberikan kepada narapidana politik yang terlibat makar tanpa menggunakan senjata. Pigai menjelaskan, ini termasuk mereka yang menyampaikan pendapat, memiliki perbedaan ideologi atau pandangan politik, bahkan yang dituduh makar karena perbedaan ideologi dan penggunaan atribut yang bertentangan dengan negara. "Mereka yang menyampaikan pendapat pikiran dan perasaan, yang berbeda ideologi, yang berbeda pandangan, yang berbeda keberpihakan...itu akan diberikan amnesti, tapi bukan untuk yang bersenjata," jelasnya.
Rekonsiliasi di Papua dan Kategori Lain
Amnesti juga akan diberikan kepada narapidana politik terkait Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi dan perdamaian. Pigai menekankan pentingnya menciptakan stabilitas di Papua setelah pembebasan tersebut. "Yang lain semua dikasih, aktivis KNPB (Komite Nasional Papua Barat) di Papua, aktivis apa pun semua diberikan kebebasan, setelah kebebasan jangan bikin (atau) menciptakan instabilitas, (tapi) ciptakan perdamaian," katanya.
Selain narapidana politik, amnesti juga akan diberikan kepada narapidana dengan kondisi sakit berkepanjangan, lanjut usia (lansia), disabilitas, hamil, merawat bayi kurang dari tiga tahun, di bawah umur, Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), dan mereka yang terjerat kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kesimpulan
Kesimpulannya, kebijakan amnesti Presiden Prabowo Subianto didasari pada prinsip kemanusiaan dan rekonsiliasi, namun dengan pertimbangan keamanan yang matang. Pemberian amnesti akan sangat selektif, dengan prioritas utama pada mereka yang tidak memiliki catatan kekerasan bersenjata dan berpotensi untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas.