KPPU Minta Dilibatkan dalam Kebijakan Tarif Impor AS: Antisipasi Dampak Negatif bagi Usaha Lokal
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta dilibatkan dalam rapat koordinasi kebijakan tarif impor AS untuk mencegah dampak negatif seperti predatory pricing dan PHK massal di Indonesia.
Jakarta, 5 Mei 2024 - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendesak pemerintah untuk mengikutsertakannya dalam rapat koordinasi (rakor) dan rapat kabinet terkait kebijakan Indonesia dalam menghadapi tarif impor baru dari Amerika Serikat (AS). Permintaan ini dilatarbelakangi kekhawatiran akan dampak negatif kebijakan tersebut terhadap iklim persaingan usaha di dalam negeri. Wakil Ketua KPPU, Aru Armando, menyampaikan hal ini secara langsung di Gedung KPPU, Jakarta, Senin lalu.
Aru Armando menekankan pentingnya peran KPPU dalam merumuskan kebijakan ekonomi, bisnis, dan perdagangan. Menurutnya, keterlibatan KPPU sejak awal dapat memberikan analisis yang komprehensif mengenai dampak potensial dari kebijakan tarif impor AS terhadap pelaku usaha di Indonesia. Hal ini dinilai krusial untuk mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dan merugikan.
Ketidakhadiran KPPU dalam proses pengambilan keputusan sebelumnya menimbulkan kekhawatiran. Salah satu contohnya adalah usulan penghapusan kuota impor yang dinilai berpotensi membahayakan pelaku usaha lokal. Dengan masuknya produk impor secara bebas, dikhawatirkan akan terjadi persaingan yang tidak seimbang dan merugikan produsen dalam negeri.
Dampak Potensial Kebijakan Tarif Impor AS
Aru Armando menyoroti potensi terjadinya oversupply atau kelebihan pasokan di pasar domestik jika kuota impor dihapus. Kondisi ini dapat memaksa pelaku usaha untuk melakukan predatory pricing, yaitu menjual produk di bawah harga pokok untuk menguasai pasar dan menyingkirkan kompetitor. Praktik ini sangat merugikan pelaku usaha lokal yang tidak mampu bersaing dengan harga jual yang sangat rendah.
Akibat dari predatory pricing, pelaku usaha lokal berpotensi mengalami kerugian besar, bahkan hingga penutupan usaha. "Dampaknya yang akan terjadi adalah pabrik yang tutup karena dia mengurangi produksi, dan bahkan mati karena tidak bisa bersaing dengan harga murah," tegas Aru Armando. Penutupan pabrik tersebut akan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, yang berdampak luas pada perekonomian nasional.
KPPU melihat pentingnya intervensi untuk mencegah skenario terburuk tersebut. Dengan melibatkan KPPU, pemerintah dapat memperoleh masukan yang berharga dalam merumuskan kebijakan yang melindungi pelaku usaha lokal dan menjaga iklim persaingan usaha yang sehat dan adil.
Peran KPPU dalam Mitigasi Risiko
Keterlibatan KPPU diharapkan dapat memberikan analisis mendalam mengenai dampak kebijakan tarif impor AS terhadap berbagai sektor industri di Indonesia. KPPU dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang tepat sasaran untuk mengurangi potensi dampak negatif dan melindungi pelaku usaha dalam negeri.
KPPU juga dapat berperan dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak menyebabkan praktik-praktik persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah kerugian yang lebih besar di masa mendatang.
Dengan demikian, KPPU berharap pemerintah dapat segera melibatkan KPPU dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan tarif impor AS. Hal ini penting agar kebijakan yang dihasilkan dapat mengakomodasi kepentingan seluruh pemangku kepentingan dan melindungi pelaku usaha lokal dari dampak negatif kebijakan tersebut.
"Kami berharap pemerintah segera konsultasi dan berkoordinasi dengan kami untuk merumuskan kebijakan," ujar Aru Armando.
Dengan adanya koordinasi yang baik antara pemerintah dan KPPU, diharapkan Indonesia dapat menghadapi kebijakan tarif impor AS dengan lebih efektif dan meminimalisir dampak negatif terhadap perekonomian nasional dan pelaku usaha dalam negeri. Hal ini penting untuk menjaga daya saing dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah dinamika perdagangan global.