Literasi & Inklusi Keuangan: Kunci Menuju Indonesia Emas 2045
Meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia sangat penting untuk mencapai kesejahteraan ekonomi dan mendukung visi Indonesia Emas 2045, meskipun masih ada tantangan yang perlu diatasi.
Jakarta, 18 Februari 2024 - Indonesia berambisi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Salah satu kunci utamanya? Literasi dan inklusi keuangan. Kedua hal ini terbukti krusial dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Literasi keuangan mencakup pemahaman tentang produk dan layanan keuangan, sementara inklusi keuangan memastikan akses dan penggunaan layanan tersebut oleh semua lapisan masyarakat.
Menuju Inklusi Keuangan yang Lebih Baik
Meskipun Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan, masih ada celah yang perlu diatasi untuk mencapai inklusi keuangan menyeluruh. Masyarakat dengan literasi keuangan yang tinggi cenderung lebih rajin menabung dan berinvestasi, yang pada gilirannya menstabilkan ekonomi nasional. Sebaliknya, kurangnya pemahaman keuangan membuat masyarakat rentan terhadap penipuan dan praktik keuangan ilegal.
Pemerintah menargetkan inklusi keuangan 90 persen pada 2025 dan 98 persen pada 2045. Target ambisius ini selaras dengan visi Indonesia Emas 2045. Kesadaran masyarakat akan pentingnya literasi dan inklusi keuangan akan menjadi pendorong utama keberhasilannya.
Kondisi Literasi dan Inklusi Keuangan Saat Ini
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 65,43 persen, meningkat dari 49,68 persen pada 2022. Namun, indeks inklusi keuangan turun dari 85,10 persen (2022) menjadi 75,02 persen (2024). Ini menunjukkan peningkatan pemahaman, namun akses dan penggunaan layanan keuangan masih perlu ditingkatkan.
OJK dan BPS berencana menggelar SNLIK 2025 dengan target inklusi keuangan 90 persen. Pemerintah juga menetapkan target 98 persen pada 2045. Berbagai program edukasi keuangan telah dan akan terus dijalankan untuk meningkatkan pemahaman dan akses masyarakat terhadap layanan keuangan.
Tantangan dan Strategi Pengembangan
Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan. Meskipun pemahaman meningkat, tidak semua orang memiliki akses atau memanfaatkan layanan keuangan. Perbedaan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara gender, juga menjadi tantangan. Misalnya, pada 2022, indeks literasi perempuan (50,33 persen) sedikit lebih tinggi dari laki-laki (49,05 persen), namun indeks inklusi laki-laki (86,28 persen) lebih tinggi dari perempuan (83,88 persen).
Untuk mengatasi ini, dibutuhkan strategi komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Pertama, perlu peningkatan program edukasi keuangan yang tertarget, memanfaatkan berbagai media, termasuk digital. Kedua, perlu pengembangan infrastruktur keuangan, termasuk layanan keuangan digital, hingga ke daerah terpencil. Ketiga, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan organisasi non-pemerintah sangat penting.
Keempat, penguatan regulasi dan pengawasan untuk melindungi konsumen dan memastikan transparansi. Kelima, pemanfaatan teknologi finansial (fintech) untuk memperluas akses layanan keuangan. Studi menunjukkan literasi keuangan, modal sosial, dan fintech berpengaruh positif terhadap inklusi keuangan.
Kesimpulan
Peningkatan literasi dan inklusi keuangan merupakan kunci untuk mencapai kesejahteraan finansial masyarakat dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Dengan pendekatan holistik dan kolaboratif, serta implementasi strategi yang tepat, Indonesia dapat mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Dr. Adi Budiarso dari Kementerian Keuangan menekankan pentingnya literasi keuangan untuk pengambilan keputusan finansial yang bijak, sementara OJK menyoroti pentingnya inklusi dan literasi keuangan untuk mendukung perkembangan teknologi dan inovasi di industri keuangan. Peningkatan ini krusial untuk mendukung perekonomian dan mencapai status negara maju pada 2045.