MPU Aceh Ajak Masyarakat Cegah LGBT, Hukuman Cambuk Dinilai Tak Maksimal
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengajak masyarakat mencegah perilaku LGBT pada generasi muda, menilai hukuman cambuk belum cukup efektif.
Aceh Barat, 25 Februari 2024 (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh, Tgk Faisal Ali, menyerukan langkah pencegahan perilaku LGBT pada generasi muda Aceh. Seruan ini disampaikan menyusul vonis cambuk terhadap dua terdakwa kasus liwath di Banda Aceh. Upaya pencegahan, menurutnya, harus melibatkan seluruh komponen masyarakat dan pemerintah Aceh.
Tgk Faisal Ali menekankan pentingnya peran aktif masyarakat dalam mencegah perilaku LGBT. "Kami minta kepada masyarakat di Aceh agar tidak memberi peluang terjadinya perilaku LGBT di Aceh," tegasnya kepada ANTARA di Aceh Barat. Pemantauan di rumah kos, lembaga pendidikan, dan pendekatan persuasif menjadi langkah yang diusulkan untuk mencegah perilaku menyimpang ini.
Meskipun Aceh menerapkan Qanun Jinayat yang mengatur hukuman cambuk bagi pelaku LGBT, Tgk Faisal Ali menilai hukuman tersebut belum cukup efektif. "Perilaku menyimpang ini, selama belum ada kesembuhan, sanksi apa pun diberikan kepada dia, tetap akan kembali lagi seperti semula," jelasnya. Oleh karena itu, diperlukan pembinaan kejiwaan, pendekatan keagamaan, dan perubahan cara hidup untuk membantu pelaku LGBT kembali hidup normal.
Upaya Pencegahan LGBT di Aceh
Sebagai bagian dari upaya pencegahan, MPU Aceh telah menerbitkan fatwa hukum terkait LGBT pada tahun 2016. Fatwa ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam mencegah perilaku menyimpang tersebut. Namun, Tgk Faisal Ali menekankan bahwa hukuman cambuk bukanlah solusi utama. "Karena LGBT ini tabiat, jadi tabiat ini harus diubah dan diobati sampai sembuh. Sanksi hukum adalah hal terkecil dalam memberi sanksi kepada mereka yang memiliki perilaku menyimpang," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengajak masyarakat, terutama orang tua, pendidik, dan tokoh masyarakat, untuk berperan aktif dalam membimbing generasi muda yang terlibat dalam perilaku LGBT agar kembali ke jalan yang benar. Pendekatan persuasif diharapkan dapat membantu pelaku LGBT untuk sembuh secara maksimal dan menjalani kehidupan normal.
MPU Aceh menyadari bahwa perubahan perilaku membutuhkan proses yang panjang dan komprehensif, bukan hanya sekedar hukuman. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perubahan perilaku tersebut.
Vonis Cambuk Kasus Liwath di Banda Aceh
Sebelumnya, Mahkamah Syariah Banda Aceh menjatuhkan vonis cambuk terhadap dua terdakwa kasus liwath. Terdakwa DA divonis 80 kali cambuk, sementara terdakwa AI divonis 85 kali cambuk, sehingga total hukuman mencapai 165 kali cambuk. Vonis ini dijatuhkan berdasarkan Pasal 63 Ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan putusan. Hal yang memberatkan antara lain, kedua terdakwa adalah Muslim yang seharusnya menjunjung tinggi syariat Islam, perbuatan tersebut berulang kali dilakukan, dan meresahkan masyarakat. Sedangkan hal yang meringankan adalah pengakuan kedua terdakwa, belum pernah dihukum, berusia muda, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Kasus ini menyoroti kompleksitas permasalahan LGBT di Aceh, di mana hukuman hukum belum tentu menjadi solusi yang efektif. Dibutuhkan pendekatan yang lebih holistik dan komprehensif, yang melibatkan berbagai pihak dan menekankan pada pembinaan dan perubahan perilaku.
Perlu dipahami bahwa pendekatan yang lebih manusiawi dan berfokus pada pemulihan dan rehabilitasi sangat penting dalam menangani kasus-kasus seperti ini. Hukuman semata, tanpa adanya upaya pembinaan dan perubahan perilaku, hanya akan menjadi solusi sementara dan tidak efektif dalam jangka panjang.