OJK Segera Terbitkan Aturan Baru untuk Finfluencer di Semester II 2024
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerbitkan aturan baru untuk mengatur aktivitas finfluencer guna melindungi konsumen dan mencegah penipuan investasi di semester II tahun 2024.
Jakarta, 12 Maret 2024 - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok aturan baru untuk mengatur dan mengawasi aktivitas finfluencer atau financial influencer. Aturan ini ditargetkan terbit pada semester kedua tahun 2024. Aturan ini muncul sebagai respons terhadap maraknya aktivitas finfluencer yang berpotensi merugikan konsumen, terutama terkait investasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, atau Kiki, menyampaikan bahwa OJK sedang mempertimbangkan berbagai aspek dalam aturan tersebut, termasuk kemungkinan mewajibkan finfluencer untuk memiliki sertifikasi tertentu. Hal ini bertujuan untuk memastikan finfluencer memiliki kompetensi dan pengetahuan yang memadai sebelum memberikan rekomendasi produk keuangan.
Langkah ini diambil sebagai respons atas fenomena meningkatnya jumlah finfluencer yang memberikan rekomendasi produk keuangan tanpa memiliki latar belakang yang mumpuni. Kondisi ini berpotensi menyesatkan masyarakat dan menimbulkan kerugian finansial. OJK berupaya untuk menciptakan lingkungan investasi yang lebih aman dan terlindungi bagi masyarakat.
Aturan Baru untuk Tanggulangi Risiko Investasi
Aturan yang sedang disusun OJK ini akan mencakup seluruh jenis produk keuangan. Tujuan utama dari aturan ini adalah untuk mendorong finfluencer agar lebih bertanggung jawab dalam memberikan saran dan komentar di ruang publik. Selain itu, aturan ini juga bertujuan untuk melindungi konsumen dari berbagai risiko, termasuk risiko penipuan investasi.
"Jadi tidak boleh orang bicara sembarangan untuk mengatakan bahwa suatu produk (keuangan) itu bagus, menarik, menguntungkan. Sementara dia mengambil keuntungan dari itu," tegas Kiki. OJK berencana untuk melakukan pengecekan atas klaim yang disampaikan finfluencer, misalnya terkait keuntungan investasi yang diklaim telah menghasilkan aset seperti mobil dan rumah mewah.
Dalam praktiknya, OJK akan menyelidiki kebenaran klaim tersebut. "Kalau di luar negeri, regulator bisa melihat apakah orang ini (finfluencer) sebenarnya punya posisi apa. Misalnya dia (finfluencer) mengatakan, ‘Oh, saya dari investasi ini saya untung, saya bisa membeli mobil dan rumah mewah’, itu akan dicek apakah itu benar atau tidak mobil atas nama dia, vilanya atas nama dia," jelas Kiki.
Pengaturan ini juga merespons kasus-kasus sebelumnya, seperti kasus Ahmad Rafif yang melakukan penawaran investasi dan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin. Meskipun kasus ini ditangani oleh bidang Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon (PMDK) OJK, OJK tetap berkomitmen untuk berkoordinasi dan memastikan kasus tersebut ditangani secara tuntas.
Koordinasi Antar Lembaga dan Perlindungan Konsumen
OJK menekankan pentingnya koordinasi antar lembaga dalam mengawasi aktivitas finfluencer. Meskipun PEPK OJK bertanggung jawab atas pengawasan finfluencer di luar pasar modal, pengawasan di sektor pasar modal tetap berada di bawah tanggung jawab PMDK OJK. Hal ini menunjukkan komitmen OJK untuk memastikan pengawasan yang komprehensif dan terintegrasi.
Dengan adanya aturan baru ini, diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen dan menciptakan lingkungan investasi yang lebih sehat dan transparan. OJK berkomitmen untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan tren terbaru di industri keuangan, termasuk fenomena finfluencer.
Aturan yang akan segera terbit ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi finfluencer dalam menjalankan aktivitasnya dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terkait. OJK juga akan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar lebih bijak dalam mengonsumsi informasi keuangan dari berbagai sumber, termasuk media sosial.
Ke depannya, OJK akan terus meningkatkan pengawasan dan perlindungan konsumen di sektor keuangan, termasuk dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait. Hal ini bertujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif, efisien, dan aman bagi seluruh masyarakat Indonesia.