Ombudsman Usut Persoalan SKT Warga Kampung Baru Dadap
Ombudsman Republik Indonesia mendalami laporan warga Kampung Baru Dadap, Tangerang, terkait kesulitan memperoleh Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diduga berbau diskriminasi.
Warga Kampung Baru Dadap, Tangerang, Banten, kembali mengadukan kesulitan mendapatkan Surat Keterangan Tanah (SKT) kepada Ombudsman Republik Indonesia. Audiensi yang dilakukan Selasa (11/3) di Jakarta, mengungkapkan dugaan praktik diskriminatif dalam proses perolehan SKT oleh Badan Pertanahan setempat. Permasalahan ini telah berlangsung lama, bahkan laporan serupa pernah disampaikan pada tahun 2016 dan menghasilkan rekomendasi dari Ombudsman.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, menyatakan bahwa pihaknya akan mendalami laporan tersebut untuk melihat sejauh mana permasalahan dan solusi yang dapat ditawarkan. Ombudsman meminta warga untuk mengumpulkan data lengkap terkait penolakan permohonan SKT sebagai dasar laporan. Yeka menjelaskan bahwa laporan sebelumnya pada 2016 telah dituntaskan dengan rekomendasi yang disampaikan kepada DPR dan Presiden. Namun, jika substansi laporan saat ini berbeda, Ombudsman akan menelaah kembali apakah masuk dalam ranah wewenang mereka.
Laporan warga Kampung Baru Dadap ini berfokus pada dugaan diskriminasi dari Badan Pertanahan setempat. Warga telah menempati tanah tersebut selama puluhan tahun, namun permohonan SKT mereka terus ditolak. SKT sendiri merupakan salah satu syarat penting untuk mengajukan pendaftaran tanah. Kondisi ini membuat warga merasa hak mereka dirampas dan berharap Ombudsman dapat memberikan solusi atas permasalahan yang berkepanjangan ini.
Dugaan Diskriminasi dalam Perolehan SKT
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), Gufron, mewakili warga Kampung Baru Dadap, menjelaskan bahwa pada tahun 2016, LBH UMT telah melaporkan permasalahan tata kelola pemukiman di Kampung Baru Dadap kepada Ombudsman. Laporan tersebut menghasilkan rekomendasi yang telah dijalankan oleh pemerintah setempat. Rekomendasi tersebut berkaitan dengan rencana penataan pemukiman nelayan yang sebelumnya bersengketa dengan pemerintah Tangerang dan PT Angkasa Pura II Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Meskipun rekomendasi tersebut telah dilaksanakan, Gufron menyatakan bahwa permasalahan perolehan SKT masih belum terselesaikan. Warga Kampung Baru Dadap merasa ada diskriminasi dalam proses perolehan SKT, sehingga mereka kembali mengadukan hal tersebut kepada Ombudsman. "Kami merasa ada diskriminasi. Oleh karena itu kami datang ke sini berharap kembali mendapatkan penyelesaiannya," ungkap Gufron.
Proses perolehan SKT yang berlarut-larut dan dugaan diskriminasi yang dialami warga Kampung Baru Dadap menjadi sorotan penting. Ketidakjelasan status tanah tersebut berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi warga. Mereka berharap Ombudsman dapat menindaklanjuti laporan ini secara adil dan memberikan solusi yang tepat.
Ombudsman akan menyelidiki lebih lanjut laporan tersebut dan berjanji akan melakukan pendalaman untuk mencari solusi yang tepat. Proses ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi warga Kampung Baru Dadap yang telah bertahun-tahun menanti penyelesaian masalah perolehan SKT.
Langkah Ombudsman Selanjutnya
Ombudsman akan melakukan investigasi menyeluruh terhadap laporan warga Kampung Baru Dadap. Proses investigasi ini akan mencakup pengumpulan data dan keterangan dari berbagai pihak terkait, termasuk Badan Pertanahan setempat dan pemerintah daerah Tangerang. Hasil investigasi tersebut akan menjadi dasar bagi Ombudsman untuk memberikan rekomendasi dan solusi yang tepat.
Ombudsman memiliki kewenangan untuk merekomendasikan perbaikan tata kelola pemerintahan, termasuk dalam hal pelayanan publik. Jika ditemukan adanya maladministrasi atau pelanggaran hukum dalam proses perolehan SKT, Ombudsman dapat memberikan rekomendasi kepada pihak terkait untuk melakukan perbaikan dan memberikan keadilan bagi warga Kampung Baru Dadap.
Proses penyelesaian laporan warga Kampung Baru Dadap ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi penanganan kasus serupa di daerah lain. Keberadaan Ombudsman sebagai lembaga pengawas diharapkan dapat memastikan pelayanan publik yang baik dan mencegah terjadinya diskriminasi dalam proses perolehan hak-hak warga negara.
Kasus ini menyoroti pentingnya akses terhadap informasi dan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Warga berharap agar permasalahan perolehan SKT dapat segera diselesaikan sehingga mereka dapat memiliki kepastian hukum atas tanah yang telah mereka tempati selama puluhan tahun.