Pariwisata Berkelanjutan: Kunci Atasi Tantangan Global Sektor Wisata Indonesia
Pariwisata berkelanjutan jadi solusi atasi tantangan global seperti overtourism, perubahan iklim, dan komodifikasi budaya di sektor wisata Indonesia.
Jakarta, Indonesia - Sektor pariwisata Indonesia menunjukkan pemulihan yang signifikan pasca pandemi COVID-19, menjadi penggerak utama dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan negara. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencatat bahwa pada tahun 2023, sektor pariwisata menyumbang devisa sebesar 14 miliar dolar AS dari 11,68 juta wisatawan mancanegara, dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 3,83 persen. Hingga April 2024, sektor ini terus berkembang dengan mencatat 1,07 juta kunjungan wisatawan mancanegara dan 749,1 juta perjalanan wisata domestik.
Namun, pertumbuhan pesat ini juga menghadirkan berbagai tantangan yang mempengaruhi keberlanjutan industri pariwisata. UNESCO mengidentifikasi lima isu utama yang mengancam pariwisata global, yaitu overtourism, perubahan iklim, komodifikasi budaya, kerusakan lingkungan, dan ketimpangan ekonomi-sosial.
Indonesia perlu segera mengadopsi strategi pariwisata berkelanjutan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan memastikan sektor pariwisata tetap menjadi tulang punggung perekonomian yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Dengan pengelolaan yang tepat, pariwisata dapat terus memberikan manfaat ekonomi tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan dan budaya lokal.
Mengatasi Overtourism dengan Sistem dan Teknologi
Overtourism menjadi ancaman serius bagi kelestarian lingkungan dan kualitas hidup masyarakat lokal di destinasi wisata populer seperti Bali, Yogyakarta, dan Labuan Bajo. Lonjakan wisatawan pada periode tertentu memberikan tekanan besar pada infrastruktur dan sumber daya alam.
Negara-negara seperti Spanyol, Kroasia, Islandia, dan Thailand telah berhasil mengelola overtourism dengan menerapkan sistem pembatasan jumlah pengunjung, promosi destinasi alternatif, serta penerapan pariwisata berkelanjutan dan edukasi wisatawan. Indonesia dapat mencontoh keberhasilan ini dengan mengimplementasikan sistem reservasi berbasis teknologi.
Pengenalan destinasi wisata baru dan edukasi wisatawan mengenai perilaku bertanggung jawab juga menjadi kunci. Dengan pendekatan berbasis data dan teknologi, serta kolaborasi yang lebih baik, Indonesia dapat mengatasi tantangan overtourism dan menciptakan pariwisata yang berkelanjutan, menguntungkan, serta menjaga kelestarian alam dan budaya lokal.
Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim di Sektor Pariwisata
Perubahan iklim merupakan tantangan global yang mempengaruhi sektor pariwisata, terutama destinasi wisata alam yang rentan terhadap dampak lingkungan. Peningkatan suhu, mencairnya es di kutub, dan efek rumah kaca menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan pariwisata.
Costa Rica menerapkan sistem sertifikasi pariwisata berkelanjutan, sementara Maladewa berinvestasi dalam restorasi ekosistem dan pengurangan emisi karbon di resort-resort mereka. San Vicente di Filipina mengembangkan proyek ecotown berbasis ekowisata dengan melibatkan masyarakat lokal, sementara Bahamas fokus pada manajemen terumbu karang.
Indonesia dapat mengadopsi pendekatan berbasis keberlanjutan dengan mengembangkan sistem sertifikasi pariwisata berkelanjutan, memperkuat restorasi ekosistem, serta mempromosikan ekowisata dengan melibatkan komunitas lokal dalam pengelolaan objek wisata. Pengelolaan infrastruktur ramah lingkungan dan diversifikasi produk pariwisata juga penting untuk meningkatkan ketahanan sektor pariwisata terhadap perubahan iklim.
Menjaga Keaslian Budaya dari Komodifikasi
Komodifikasi budaya dalam pariwisata adalah proses mengubah elemen-elemen budaya lokal menjadi produk komersial yang dikonsumsi wisatawan. Hal ini sering kali mengarah pada hilangnya makna asli budaya tersebut. Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi, budaya lokal dapat tersebar dan dikonsumsi secara massal, menyebabkan homogenisasi budaya dan kehilangan keaslian.
Mexico menerapkan pariwisata berbasis komunitas di Semenanjung Yucatán, memberikan masyarakat adat kesempatan untuk mengelola objek wisata mereka. Botswana memberdayakan komunitas lokal melalui pariwisata berbasis desa dengan pelatihan keterampilan dan kewirausahaan. Abu Dhabi mempromosikan pariwisata budaya dengan investasi besar dalam infrastruktur budaya.
Desa Panglipuran di Bali memberikan contoh baik dalam mengelola komodifikasi budaya. Masyarakat desa aktif dalam pengelolaan wisata, mempertahankan adat dan budaya asli mereka, serta melibatkan wisatawan dalam kegiatan budaya yang mendidik. Pendekatan seperti ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam mengelola komodifikasi budaya di sektor pariwisata.
Pariwisata Hijau sebagai Solusi Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan dan degradasi ekosistem akibat pariwisata dapat dikelola dengan menerapkan kebijakan pariwisata berbasis ekowisata dan keberlanjutan. Costa Rica mengembangkan sistem sertifikasi pariwisata berkelanjutan yang mempromosikan ekowisata dan pelestarian alam. Islandia mempromosikan objek wisata alternatif yang tidak membebani ekosistem utama dan menerapkan kebijakan konservasi yang ketat.
Di Indonesia, Labuan Bajo adalah contoh keberhasilan dalam pengelolaan lingkungan pariwisata. Pemerintah dan masyarakat lokal bersama-sama menjaga keberlanjutan ekosistem Taman Nasional Komodo melalui regulasi ketat terhadap jumlah pengunjung dan upaya konservasi terumbu karang.
Indonesia perlu memperkuat kebijakan pariwisata berkelanjutan dengan mengutamakan prinsip ekowisata dan memberdayakan masyarakat lokal dalam pengelolaan objek wisata. Dengan memberikan pelatihan dan meningkatkan kapasitas masyarakat lokal, Indonesia dapat mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi yang sering terjadi akibat pariwisata massal.
Pengelolaan Infrastruktur dan SDM yang Efektif
Pengelolaan infrastruktur dan SDM pariwisata yang baik menjadi kunci keberhasilan sektor ini. Singapura telah membangun infrastruktur pariwisata kelas dunia dengan sistem transportasi publik yang efisien dan fasilitas ramah wisatawan. Jepang terkenal dengan pengelolaan infrastrukturnya yang luar biasa, termasuk sistem kereta cepat dan fasilitas pendukung wisatawan.
Thailand berhasil meningkatkan kapasitas SDM dengan program pelatihan intensif di berbagai sektor pariwisata. UNESCO menyarankan bahwa pengelolaan pariwisata yang efektif memerlukan peningkatan kapasitas SDM. Indonesia perlu merumuskan kebijakan pendidikan tentang kepariwisataan sejak usia dini, serta meningkatkan pelatihan dan sertifikasi SDM di bidang pariwisata.
Pariwisata Indonesia menunjukkan pemulihan signifikan pasca-pandemi, namun menghadapi tantangan besar seperti overtourism, dampak perubahan iklim, komodifikasi budaya, serta kerusakan lingkungan. Untuk menghadapinya, Indonesia perlu mengadopsi prinsip pariwisata berkelanjutan dengan menerapkan kebijakan berbasis ekowisata, memberdayakan masyarakat lokal, serta memperkuat pengelolaan infrastruktur dan sumber daya manusia. Dengan memanfaatkan teknologi dan belajar dari praktik terbaik internasional, Indonesia dapat menciptakan pariwisata yang lebih bertanggung jawab dan menguntungkan dalam jangka panjang.