Pemerintah Terbitkan Aturan Serap Listrik Berlebih dari PLTP dan PLTA
Kementerian ESDM menerbitkan aturan baru untuk menyerap listrik berlebih dari PLTP dan PLTA, guna mempercepat negosiasi jual beli listrik dan memanfaatkan energi terbarukan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini menerbitkan aturan untuk menyerap listrik berlebih dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Aturan ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan listrik berlebih yang selama ini tidak terserap oleh PT PLN, sekaligus mendorong pemanfaatan energi terbarukan. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pedoman Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa aturan ini merupakan terobosan regulasi untuk mempercepat proses negosiasi jual beli listrik. Selama ini, negosiasi seringkali terhambat karena masalah teknis dan kurangnya payung hukum bagi PLN dalam menyerap energi berlebih. Eniya menambahkan bahwa PLN sebelumnya enggan membeli listrik berlebih dari PLTA dan PLTP, terutama listrik dari PLTP yang harganya hanya 1 sen dolar AS per kWh.
Dengan adanya Permen ESDM ini, diharapkan permasalahan tersebut dapat teratasi. Peraturan ini memberikan solusi konkret bagi perusahaan yang mengoperasikan PLTA dan PLTP untuk menjual listrik berlebih mereka kepada PLN. Hal ini tentunya akan berdampak positif terhadap pengembangan energi terbarukan di Indonesia dan peningkatan pemanfaatan sumber daya alam secara optimal.
Aturan Baru Jual Beli Listrik Berlebih
Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2025 mengatur mekanisme pembelian listrik berlebih dari PLTP dan PLTA oleh PLN. Listrik berlebih tersebut dapat dibeli dengan harga 80 persen dari nilai kontrak awal. Sebagai contoh, jika harga kontrak awal adalah 7 sen dolar AS per kWh, maka PLN dapat membelinya dengan harga sekitar 5-6 sen dolar AS per kWh. Meskipun demikian, terdapat batasan maksimal terhadap jumlah listrik berlebih yang dapat dibeli, yaitu sebesar 30 persen dari kapasitas yang tertera dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL).
Pembatasan ini penting untuk mencegah potensi kesalahan perencanaan dalam kapasitas pembangkit. Menurut Eniya, jika kelebihan produksi mencapai lebih dari 30 persen, hal tersebut mengindikasikan adanya kesalahan perencanaan. Dengan demikian, batasan ini bertujuan untuk menjaga efisiensi dan efektivitas sistem kelistrikan nasional.
Penerapan aturan ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dan mengurangi pemborosan energi. Dengan adanya kepastian hukum dan mekanisme yang jelas, diharapkan investasi di sektor energi terbarukan akan semakin meningkat.
Dampak Penerapan Peraturan Baru
Dengan adanya peraturan ini, PLN akan membeli listrik berlebih sebanyak 201 megawatt (MW) dari PLTP dan PLTA. Rinciannya, 180 MW berasal dari PLTP dan 21 MW dari PLTA. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung pengembangan energi terbarukan dan memanfaatkan potensi energi yang ada secara maksimal.
Diharapkan, aturan ini tidak hanya mengatasi permasalahan listrik berlebih, tetapi juga mendorong investasi di sektor energi terbarukan. Dengan adanya kepastian pasar dan harga jual yang kompetitif, diharapkan investor akan lebih tertarik untuk berinvestasi di sektor ini. Hal ini pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan bauran energi terbarukan di Indonesia.
Penerapan peraturan ini juga diharapkan dapat meningkatkan keandalan sistem kelistrikan nasional. Dengan adanya pasokan listrik tambahan dari PLTP dan PLTA, diharapkan dapat mengurangi risiko kekurangan daya dan meningkatkan stabilitas sistem kelistrikan.
Secara keseluruhan, penerbitan Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2025 merupakan langkah strategis pemerintah dalam rangka mendukung pengembangan energi terbarukan dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya energi di Indonesia. Aturan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional dan lingkungan.