Pemprov Jabar Usut Pencatutan Nama Warga di Sertifikat Laut Subang
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyelidiki pencatutan nama warga Subang dalam sertifikat lahan perairan seluas 460 hektare yang diduga terkait rencana reklamasi, memicu protes nelayan setempat.
Pencatutan Nama di Sertifikat Lahan Perairan Subang Diusut
Polemik pencatutan nama warga dalam sertifikat lahan perairan di Subang, Jawa Barat, tengah menjadi sorotan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat langsung bergerak cepat menyelidiki kasus ini setelah ratusan nelayan setempat memprotes munculnya sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan perairan seluas 460 hektare di wilayah Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulon. Kejadian ini terungkap pada akhir Januari 2024.
Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin, menyatakan bahwa Pemprov Jabar telah meminta pengecekan fakta kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). "Kami sedang mengecek ke BPN. Kami ingin tahu bagaimana hal ini bisa terjadi," ujar Bey di Gedung Sate Bandung. Penyelidikan difokuskan pada sejarah lahan tersebut dan bagaimana sertifikat atas nama warga bisa muncul di area perairan.
Mencari Sejarah Lahan dan Antisipasi Kasus Serupa
Bey menjelaskan, investigasi dilakukan untuk mengungkap sejarah lahan tersebut. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah lahan tersebut dulunya daratan yang kemudian berubah menjadi laut, atau memang selalu berupa perairan. Hal ini penting untuk disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, Pemprov Jabar juga ingin mengantisipasi kemungkinan adanya kasus serupa di daerah lain di Jawa Barat.
Pemprov Jabar juga telah berkoordinasi dengan Penjabat Bupati Subang, Imran, untuk melakukan pengecekan lapangan dan bekerja sama dengan BPN dalam melacak sejarah administrasi lahan tersebut. "Kita perlu memastikan apakah benar lahan tersebut dulunya daratan, dan jika sekarang sudah menjadi laut, bagaimana hukumnya," tambah Bey.
Protes Nelayan dan Dugaan Reklamasi
Kasus ini bermula dari temuan ratusan hektare wilayah perairan di Subang yang telah bersertifikat SHM oleh BPN Kabupaten Subang. Nama-nama warga yang dicatut dalam sertifikat tersebut, yang diterbitkan pada program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) tahun 2021, bukanlah warga setempat dan mereka mengaku tidak pernah mengetahui kepemilikan sertifikat tersebut. Banyak yang menduga pencatutan ini dilakukan untuk memuluskan rencana reklamasi laut oleh pihak tertentu, kemungkinan untuk pembangunan pelabuhan.
Warga dan nelayan setempat menolak keras rencana reklamasi ini. Mereka mendesak Kementerian ATR/BPN untuk memberikan penjelasan atas temuan SHM di perairan tersebut. Salah satu nelayan, Jakaria, menyatakan, "Saya warga Cirewang tidak mengetahui adanya sertifikat itu. Dulunya ini memang laut, bukan tambak." Ia juga menyinggung adanya upaya pembuatan tambak yang kemudian diprotes warga.
Kesaksian Warga dan Aktivis Lingkungan
Yati, salah satu warga yang namanya dicatut, mengungkapkan keheranannya. Ia mengaku tidak pernah dihubungi atau didata terkait kepemilikan lahan tersebut. Sementara itu, aktivis lingkungan Asep Sumarna Toha mengungkapkan bahwa terdapat 307 bidang sertifikat dengan total luas 460 hektare. Asep menduga adanya keterlibatan mafia tanah dan mengaitkan kasus ini dengan pergantian kepala kantor ATR/BPN Subang yang kemudian menjabat di Tangerang, yang juga menghadapi kasus serupa.
Kesimpulan
Kasus pencatutan nama warga di sertifikat lahan perairan Subang ini menjadi sorotan dan sedang dalam penyelidikan intensif oleh Pemprov Jabar dan BPN. Dugaan adanya mafia tanah dan rencana reklamasi semakin memperkuat perlunya penyelesaian kasus ini secara transparan dan adil bagi nelayan setempat.