Pertamina Bentuk Tim Crisis Center Usai Dugaan Korupsi Rp193,7 Triliun
PT Pertamina membentuk Tim Crisis Center untuk mengevaluasi bisnis dan tata kelola perusahaan pasca-dugaan korupsi pengadaan BBM yang merugikan negara Rp193,7 triliun.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, mengumumkan pembentukan Tim Crisis Center untuk mengevaluasi seluruh proses bisnis perusahaan, terutama aspek operasional. Pengumuman ini disampaikan menyusul dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023, yang diduga merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun. Kejadian ini bermula di PT Pertamina Patra Niaga, dimana Direktur Utama Riva Siahaan diduga melakukan pembelian RON 92, padahal hanya membeli RON 90 atau lebih rendah, kemudian di-blending menjadi RON 92. Hal ini memicu kekhawatiran masyarakat akan kualitas BBM Pertamax.
Simon Mantiri menekankan komitmen Pertamina untuk memperbaiki tata kelola perusahaan dan memastikan kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Ia menyatakan bahwa Pertamina merupakan aset bangsa dan urat nadi perekonomian Indonesia, serta meminta maaf atas tindakan yang telah menyakiti kepercayaan masyarakat. Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Grha Pertamina, Jakarta, Senin.
Selama 67 tahun beroperasi, Pertamina telah melayani kebutuhan energi Indonesia. Namun, kasus dugaan korupsi ini menjadi pukulan besar bagi reputasi perusahaan. Pembentukan Tim Crisis Center diharapkan dapat mengungkap seluruh permasalahan dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Langkah ini juga sebagai bentuk tanggung jawab Pertamina atas kepercayaan yang diberikan masyarakat Indonesia.
Evaluasi Proses Bisnis dan Tata Kelola Pertamina
Tim Crisis Center yang dibentuk Pertamina akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses bisnis perusahaan. Fokus utama evaluasi adalah pada aspek operasional untuk memastikan efisiensi dan transparansi dalam setiap kegiatan. Hasil evaluasi diharapkan dapat memberikan rekomendasi perbaikan yang komprehensif untuk meningkatkan tata kelola perusahaan dan mencegah terjadinya korupsi di masa depan.
Langkah ini merupakan respon Pertamina terhadap temuan Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi dalam pengadaan produk kilang. Kejaksaan Agung telah menetapkan Riva Siahaan sebagai tersangka atas dugaan manipulasi kualitas BBM. Modus operandi yang dilakukan tersangka menimbulkan kekhawatiran publik akan kualitas BBM yang beredar di pasaran.
Pertamina berkomitmen untuk memastikan kualitas BBM yang dipasarkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah. Lemigas telah melakukan uji sampel BBM Pertamina di berbagai SPBU dan TBBM, dan hasilnya menyatakan bahwa seluruh sampel memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
Uji sampel tersebut dilakukan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang Selatan, dan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang. Hasil uji ini diharapkan dapat meredakan kekhawatiran masyarakat terkait kualitas BBM Pertamax.
Tanggapan Publik dan Langkah Perbaikan Pertamina
Dugaan korupsi di Pertamina ini telah menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat. Banyak yang merasa kecewa dan khawatir dengan kualitas BBM yang dikonsumsi. Namun, hasil uji Lemigas sedikit meredakan kekhawatiran tersebut. Pertamina perlu meningkatkan transparansi dan komunikasi publik untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat.
Pembentukan Tim Crisis Center dan komitmen Pertamina untuk memperbaiki tata kelola perusahaan merupakan langkah positif. Namun, perlu ada tindakan nyata dan konsisten untuk memastikan bahwa kasus serupa tidak terulang kembali. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam membangun kembali kepercayaan publik terhadap Pertamina.
Pertamina harus memastikan bahwa seluruh proses bisnisnya berjalan sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku. Pemantauan dan pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Selain itu, Pertamina juga perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat terkait kualitas BBM dan standar yang berlaku.
Kepercayaan publik merupakan aset berharga bagi Pertamina. Oleh karena itu, Pertamina harus berupaya keras untuk mengembalikan kepercayaan tersebut melalui tindakan nyata dan komitmen yang kuat untuk memperbaiki tata kelola perusahaan. Hanya dengan demikian, Pertamina dapat terus menjalankan perannya sebagai penyedia energi bagi Indonesia.
Ke depan, Pertamina perlu meningkatkan sistem pengawasan internal dan eksternal untuk mencegah terjadinya praktik korupsi. Kolaborasi dengan lembaga terkait juga sangat penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kegiatan operasional perusahaan. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Pertamina dapat kembali mendapatkan kepercayaan penuh dari masyarakat Indonesia.