Polresta Mataram Kalah Praperadilan: Dua Tersangka Pemalsuan Akta Bebas
Polresta Mataram kalah dalam praperadilan kasus dugaan pemalsuan akta perusahaan, dua tersangka dinyatakan bebas dan berhak atas ganti rugi.
Pengadilan Negeri Mataram telah memutuskan gugatan praperadilan yang diajukan oleh dua tersangka kasus dugaan pemalsuan data perubahan akta anggaran dasar CV Sumber Elektronik. Dalam putusan yang dibacakan pada 4 April 2025, Pengadilan Negeri Mataram mengabulkan permohonan para pemohon (kedua tersangka) untuk seluruhnya. Kasus ini bermula dari laporan Lusy, yang merasa keberatan dengan perubahan data ahli waris almarhum Slamet Riadi Kuantanaya, pemilik CV Sumber Elektronik.
Dua tersangka, Ang San San dan putrinya Veronica Anastasya Mercedes, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Mataram atas dugaan pemalsuan data dalam akta perubahan anggaran dasar perusahaan tersebut. Perubahan akta tersebut menetapkan Veronica sebagai satu-satunya ahli waris, mengesampingkan saudara-saudara kandung almarhum. Polisi menggunakan Pasal 263 ayat (1) dan/atau ayat (2) KUHP, Pasal 266 ayat (1) dan/atau ayat (2) KUHP sebagai dasar penetapan tersangka.
Namun, putusan praperadilan menyatakan bahwa proses penetapan tersangka cacat hukum. Hakim tunggal, Ida Ayu Masyuni, berpendapat bahwa kasus ini seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata, mengingat adanya sengketa waris di antara pihak-pihak yang terkait. Putusan juga menyoroti cacat prosedur dalam penyidikan, termasuk ketidakpatuhan Polresta Mataram dalam menyerahkan SPDP kepada para tersangka lebih dari 7 hari setelah penerbitan.
Putusan Praperadilan dan Tuntutan Ganti Rugi
Kuasa hukum para tersangka, Robby Akhmad Surya Dilaga, menyambut baik putusan praperadilan tersebut. Ia menilai putusan hakim sudah sesuai dengan keterangan ahli perdata yang dihadirkan dalam persidangan. Robby menekankan bahwa nuansa keperdataan dalam kasus ini sangat kental, karena inti permasalahan sebenarnya adalah sengketa waris. "Saya sangat apresiasi putusan hakim karena ternyata pengadilan tidak menutup mata dalam menilai penyidikan, dan menurut saya perkara ini nuansa keperdataannya sangat kental karena sesungguhnya ini adalah sengketa waris yang lebih tepat," ujar Robby.
Lebih lanjut, Robby menyatakan bahwa kliennya akan menuntut ganti rugi terhadap Polresta Mataram atas kerugian yang diderita akibat penetapan tersangka yang dianggap tidak sah. "Langkah selanjutnya kami akan meminta ganti kerugian terhadap Polresta Mataram akibat dari ditetapkannya orang sebagai tersangka karena jelas-jelas orang tidak bersalah," tegasnya. Putusan praperadilan memerintahkan Polresta Mataram untuk menghentikan penyidikan terhadap Veronica dan Ang San San, serta memulihkan hak-hak mereka.
Hakim juga menyatakan bahwa penerapan pasal-pasal KUHP yang digunakan oleh Polresta Mataram tidak sah dan tidak berlandaskan hukum dalam konteks kasus ini. Putusan tersebut menegaskan bahwa tindakan Polresta Mataram dalam menetapkan tersangka cacat prosedur dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, penetapan tersangka terhadap Veronica dan Ang San San dinyatakan batal.
Latar Belakang Kasus dan Pertimbangan Hukum
Kasus ini berawal dari laporan Lusy, yang merupakan saudara kandung almarhum Slamet Riadi Kuantanaya. Lusy keberatan dengan perubahan akta anggaran dasar CV Sumber Elektronik yang menetapkan Veronica sebagai satu-satunya ahli waris. Ia memperkuat laporannya dengan bukti berupa Kartu Keluarga almarhum yang tidak mencantumkan nama ayah Veronica. Meskipun putusan Pengadilan Negeri Sumbawa Nomor: 26/PDT.P/2011/PN.SBB sebelumnya telah mengesampingkan hak waris saudara-saudara kandung almarhum, hakim praperadilan berpendapat bahwa hal tersebut tidak cukup untuk membenarkan penetapan tersangka dalam kasus ini.
Hakim mempertimbangkan hubungan keluarga antara Lusy dan Veronica, serta menilai bahwa sengketa waris seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata. Putusan praperadilan menekankan pentingnya proses hukum yang tepat dan prosedur yang benar dalam penegakan hukum. Putusan ini juga menjadi preseden penting dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan sengketa waris dan dugaan pemalsuan dokumen.
Dengan putusan ini, Polresta Mataram diharuskan menghentikan penyidikan dan memulihkan nama baik kedua tersangka. Kasus ini menyoroti perlunya kehati-hatian dan pemahaman yang mendalam terhadap aspek hukum perdata dan pidana dalam menangani kasus-kasus yang kompleks seperti ini.
Putusan ini juga menggarisbawahi pentingnya koordinasi antar lembaga penegak hukum untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai koridor yang benar dan adil bagi semua pihak. Ke depannya, diharapkan kasus serupa dapat ditangani dengan lebih cermat dan mempertimbangkan seluruh aspek hukum yang relevan.