Program Makan Bergizi Gratis: Menyeimbangkan Anggaran dan Kesehatan Fiskal
Pemerintah berupaya mewujudkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp100 triliun dengan strategi efisiensi anggaran, kemitraan swasta, dan optimalisasi penerimaan negara untuk memastikan keberlanjutan program dan stabilitas ekonomi.
Presiden menargetkan 82,9 juta anak Indonesia menikmati makan bergizi gratis tahun ini melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG). Target ambisius ini membutuhkan anggaran sekitar Rp100 triliun, jumlah yang signifikan dan berpotensi menekan defisit fiskal. Tantangannya adalah bagaimana menyeimbangkan ambisi sosial dengan kesehatan keuangan negara.
Anggaran sebesar Rp100 triliun untuk MBG memang bukan perkara kecil. Jika sepenuhnya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), risiko terhadap defisit fiskal dan stabilitas ekonomi sangat besar. Oleh karena itu, pemerintah perlu strategi jitu untuk menjamin kelancaran program tanpa mengorbankan keuangan negara.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati telah merespon tantangan ini dengan melakukan efisiensi anggaran hingga Rp306,69 triliun di APBN dan APBD 2025. Efisiensi ini meliputi pengurangan belanja tidak produktif seperti kegiatan seremonial, rapat, dan perjalanan dinas. Dana yang dihemat dialokasikan untuk program produktif, termasuk MBG.
Pendanaan Alternatif: Kolaborasi dan Inovasi
Realokasi anggaran dari pos-pos yang kurang prioritas merupakan langkah awal yang tepat. Efisiensi di sektor birokrasi juga penting. Namun, ketergantungan pada APBN saja tidak cukup. Pemerintah perlu mengeksplorasi sumber pendanaan alternatif.
Kemitraan dengan sektor swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi opsi menarik. Perusahaan besar di sektor pangan dapat berkontribusi melalui hibah atau skema co-funding. Pemanfaatan Dana Desa dan anggaran daerah juga perlu dioptimalkan, terutama di daerah dengan kerawanan pangan tinggi.
Dari sisi penerimaan negara, peningkatan efisiensi pajak, khususnya dari sektor informal dan ekonomi digital, dapat menambah sumber pendanaan. Mekanisme earmarking, di mana sebagian penerimaan pajak tertentu dialokasikan untuk MBG, juga patut dipertimbangkan.
Inovasi keuangan seperti pembiayaan berbasis hasil (result-based financing) dapat menarik investor sosial dan lembaga internasional. Pendanaan akan diberikan berdasarkan capaian indikator tertentu, seperti penurunan angka stunting. Hal ini menjamin efektivitas program.
Pemberdayaan Ekonomi Lokal
Program MBG dirancang untuk memberikan dampak ganda, termasuk pada perekonomian. Dengan melibatkan petani lokal, koperasi, dan UMKM, program ini dapat menstimulus sektor pertanian dan industri makanan. Pengadaan bahan pangan harus mengutamakan produksi dalam negeri untuk mendorong kemandirian pangan.
Pemerintah perlu mengantisipasi dampak jangka panjang ekspansi belanja sosial. Reformasi struktural dalam sistem penerimaan negara sangat krusial untuk keberlanjutan MBG. Perlu strategi jangka panjang untuk memperkuat basis pajak dan mengurangi kebocoran penerimaan.
Transparansi dan pengawasan ketat terhadap distribusi makanan, serta pemanfaatan teknologi digital, akan meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi program. Implementasi yang efektif dan berkelanjutan tanpa mengorbankan stabilitas keuangan negara adalah kunci keberhasilan MBG.
Kesimpulannya, keberhasilan MBG bergantung pada keseimbangan antara target sosial dan disiplin fiskal. Dengan mengoptimalkan pendanaan melalui realokasi anggaran, kemitraan swasta, pemanfaatan dana daerah, inovasi pembiayaan, dan peningkatan penerimaan negara, MBG dapat menjadi investasi jangka panjang untuk generasi yang lebih sehat dan produktif, sekaligus menjadi model keberhasilan bagi negara lain.