PSDKP Batam: VMS, Antara Kesejahteraan Nelayan dan Tantangan Implementasi
Kepala PSDKP Batam menjelaskan manfaat Vessel Monitoring System (VMS) bagi nelayan, meskipun kebijakan ini menuai protes karena harga dan pembatasan wilayah tangkap.
Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Semuel Sandi Rundupadang, baru-baru ini menjelaskan manfaat penggunaan alat Vessel Monitoring System (VMS) bagi nelayan di Kepri. Pernyataan ini disampaikan di tengah demonstrasi ratusan nelayan yang menolak penerapan VMS di Tanjungpinang, Kamis (15/5). Peristiwa ini menyoroti dilema antara upaya pemerintah untuk menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan dan keberatan nelayan atas kebijakan tersebut.
VMS, sebuah perangkat pemantau posisi dan aktivitas kapal perikanan melalui sinyal satelit, diwajibkan pemerintah sebagai bagian dari implementasi penangkapan ikan terukur. Menurut Semuel, "Kebijakan penggunaan VMS ini sengaja dilakukan pemerintah sebagai bagian dari implementasi penangkapan ikan terukur, tujuannya menjamin kesejahteraan nelayan ke depan." Namun, persepsi ini belum sepenuhnya diterima oleh para nelayan.
Implementasi VMS bertujuan untuk memantau keberadaan dan aktivitas kapal perikanan secara real time, mencegah penangkapan ikan ilegal, dan meningkatkan keselamatan nelayan. Sistem ini juga berfungsi sebagai alat kontrol jumlah tangkapan ikan dan dampaknya terhadap ekosistem laut, sehingga diharapkan dapat menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan. Pemerintah memberikan batas waktu pemasangan VMS hingga akhir Desember 2025 untuk kapal yang telah bermigrasi perizinan dari daerah ke pusat.
Manfaat VMS bagi Nelayan dan Kelestarian Laut
Semuel menekankan beberapa keuntungan dari penggunaan VMS. Pertama, VMS memberikan pengawasan terhadap aktivitas penangkapan ikan, mencegah praktik ilegal yang merugikan nelayan dan lingkungan. Kedua, VMS berfungsi sebagai sistem keamanan dan keselamatan nelayan, memungkinkan pemerintah memberikan bantuan cepat saat terjadi kecelakaan atau perampokan. Ketiga, data yang dikumpulkan VMS membantu pemerintah dalam mengelola sumber daya perikanan secara berkelanjutan.
Lebih lanjut, Semuel menjelaskan bahwa VMS membantu mengontrol jumlah tangkapan ikan dan dampaknya terhadap ekosistem laut. "VMS ini jadi salah satu alat yang mengontrol jumlah tangkapan ikan dan dampak terhadap ekosistem laut, sehingga dapat membantu menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan," ujarnya. Dengan demikian, pemasangan VMS diharapkan dapat menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi nelayan dan kelestarian lingkungan laut.
Pemerintah telah menetapkan aturan bahwa kapal berbobot 32 GT ke atas, dan kapal 5-30 GT dengan izin pusat yang beroperasi di luar 12 mil, wajib memasang VMS mulai tahun 2026. Aturan ini bertujuan untuk memastikan pengawasan yang efektif terhadap aktivitas penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia.
Keberatan Nelayan Terhadap Kebijakan VMS
Di sisi lain, kebijakan ini mendapat penolakan dari nelayan, khususnya dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepri. Ketua HNSI Kepri, Distrawandi, mengungkapkan keberatannya karena aturan tersebut dianggap membatasi ruang gerak nelayan tradisional yang biasa mencari ikan di atas wilayah 12 mil. Ia menyatakan, "Kalau kami (nelayan) dibatasi melaut di bawah 12 mil, bagaimana mau dapat ikan karena lautnya dangkal?"
Selain pembatasan wilayah tangkap, harga alat VMS juga menjadi kendala. Distrawandi menilai harga alat tersebut terlalu mahal dan memberatkan nelayan Kepri, yang sebagian besar merupakan nelayan kecil. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak ekonomi bagi nelayan jika dipaksa memasang VMS tanpa adanya bantuan atau subsidi yang memadai.
Nelayan Kepri berharap pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini, mengingat sebagian besar mata pencaharian mereka bergantung pada sumber daya laut. Mereka meminta pemerintah untuk mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan, yang tidak hanya memperhatikan kelestarian sumber daya perikanan tetapi juga kesejahteraan nelayan.
Permasalahan ini menunjukkan perlunya dialog yang lebih intensif antara pemerintah dan nelayan untuk mencari titik temu. Pemerintah perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi nelayan dalam implementasi kebijakan VMS, agar program ini dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat bagi semua pihak.