Relasi 'Shield and Core': Jaringan Narkoba Kuat di Indonesia, Kata Kepala BNN
Kepala BNN, Komjen Martinus Hukom, mengungkapkan relasi 'shield and core' memperkuat jaringan narkoba di Indonesia, di mana pengedar melindungi bandar demi keuntungan finansial.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, Komjen Pol. Martinus Hukom, mengungkapkan adanya relasi 'shield and core' yang menjadi kunci penguatan jaringan narkoba di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan saat deklarasi anti-narkoba di Kampung Boncos, Palmerah, Jakarta Barat, Kamis (8/5).
Menurut Martinus, bandar narkoba ('core') dan pengedar ('shield') memiliki hubungan mutualisme yang menguntungkan kedua belah pihak. Para pengedar, yang seringkali merupakan mantan pengguna yang kecanduan, melindungi bandar sebagai imbalan atas keuntungan finansial yang mereka peroleh dari penjualan narkoba.
"Core itu bandarnya, shield itu masyarakat yang sudah terpengaruh dan bergantung kepada para bandar ini. Karena ada finansial yang mereka dapat dari jualan narkoba tersebut," jelas Martinus. Sistem ini menciptakan jaringan yang kuat dan sulit diatasi.
Peran Pengguna dalam Memperkuat Jaringan
Martinus menjelaskan bagaimana pengguna baru, yang awalnya ditawari narkoba secara gratis, akhirnya menjadi bagian dari jaringan. Kecanduan dan kebutuhan finansial memaksa mereka untuk menjadi pengedar, sekaligus melindungi bandar yang menjadi pemasok mereka.
"Narkoba ini kan dia adiktif, maka ketika orang sudah merasakan, dia akan berupaya untuk memakai terus. Nah, supaya dia bisa punya kemampuan untuk membeli, ya udah sekalian aja menjual. Kira-kira seperti itu," paparnya. Siklus ini terus berulang, memperkuat jaringan narkoba secara signifikan.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa ketergantungan fisik dan finansial membuat para pengedar ini secara tidak langsung melindungi bandar dari ancaman penegak hukum. Hal inilah yang menjadi tantangan utama dalam pemberantasan narkoba.
Peran Masyarakat dalam Pemberantasan Narkoba
Martinus menekankan pentingnya peran serta masyarakat, khususnya tokoh-tokoh masyarakat seperti lurah, RT/RW, Bhabinkamtibmas, dan tokoh agama, dalam mencegah masuknya pengedar dan bandar narkoba ke lingkungan mereka.
"Sehingga, ada kepercayaan diri para patron-patron tradisional ini bersama dengan masyarakat, kita usir para bandar. Sukses kita adalah bagaimana kita mengusir bandar dari kampung dan menangkap," tegasnya. Kerja sama ini dinilai krusial untuk memutus mata rantai jaringan narkoba.
Dalam konteks Kampung Boncos, Martinus menyatakan bahwa sebagian besar pengedar bukanlah warga setempat, melainkan pendatang yang menyewa tempat tinggal di wilayah tersebut. Ia pun mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan dan menangkap pengedar yang berasal dari luar.
Strategi Pemberantasan Narkoba
Kepala BNN juga menyebutkan bahwa strategi pemberantasan narkoba tidak hanya berfokus pada penangkapan, tetapi juga pencegahan masuknya narkoba ke wilayah tertentu. "Artinya, kita bukan saja menangkap, tapi menjaga supaya tidak ada lagi orang baru yang masuk ke sini, orang yang mencoba membawa narkoba ke sini. Itu kunci, salah satu tujuan kita hadir di sini bersama-sama masyarakat," ujarnya.
Data yang disampaikan Martinus menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba di dunia mencapai 296 juta orang (5,8 persen dari populasi global), sementara di Indonesia tercatat sekitar 3,33 juta pengguna pada tahun 2023. Angka ini menunjukkan betapa seriusnya masalah narkoba di Indonesia dan membutuhkan upaya bersama untuk mengatasinya.
Kesimpulannya, pemberantasan narkoba membutuhkan strategi komprehensif yang melibatkan penegak hukum, tokoh masyarakat, dan seluruh lapisan masyarakat. Peran serta aktif masyarakat dalam melaporkan dan mencegah masuknya narkoba ke lingkungan sekitar sangatlah penting untuk memutus mata rantai jaringan dan menyelamatkan generasi muda dari ancaman bahaya narkoba.