Rupiah Melemah: The Fed dan Ancaman Tarif Trump
Pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan oleh ekspektasi pasar bahwa The Fed tidak akan segera memangkas suku bunga, ditambah ancaman kenaikan tarif impor dari Presiden Trump yang berdampak negatif pada mata uang emerging market termasuk Indonesia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah. Pelemahan ini terjadi pada Jumat, 31 Januari, dengan kurs penutupan di Rp16.305 per dolar AS, turun 49 poin (0,30 persen) dari Rp16.257 per dolar AS. Kurs JISDOR Bank Indonesia juga menunjukkan pelemahan serupa, mencapai Rp16.312 per dolar AS.
Ariston Tjendra, pengamat pasar uang, menjelaskan bahwa pelemahan ini didorong oleh persepsi pasar terkait kebijakan Federal Reserve (The Fed). Pasar memperkirakan The Fed untuk sementara tidak akan menurunkan suku bunga. Hal ini disebabkan potensi kenaikan inflasi akibat kebijakan kenaikan tarif impor yang diterapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Kebijakan tarif impor Trump memang telah beberapa kali memberikan sentimen positif terhadap dolar AS dan berdampak negatif terhadap rupiah. Sejak terpilihnya Trump, kebijakan tarifnya konsisten mempengaruhi pasar mata uang global.
Ancaman tarif tambahan semakin memperkuat tekanan pada rupiah. Trump berencana menaikkan tarif impor sebesar 25 persen untuk barang-barang dari Kanada dan Meksiko mulai 1 Februari. Ia juga mengancam akan menaikkan tarif barang-barang dari China sebesar 10 persen. Hal ini menciptakan ketidakpastian dan mendorong investor untuk mengamankan aset mereka dalam dolar AS.
Situasi diperparah oleh ancaman Trump untuk mengenakan tarif 100 persen terhadap negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) jika mereka melanjutkan upaya dedolarisasi. Ancaman ini disampaikan oleh pengamat mata uang Ibrahim Assuabi. Trump tampaknya ingin mencegah negara-negara BRICS untuk menciptakan mata uang alternatif dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
Kebijakan proteksionis Trump secara umum berdampak negatif pada mata uang negara berkembang atau emerging market. Dalam situasi ini, investor cenderung memilih aset yang dianggap lebih aman, seperti dolar AS, sehingga menyebabkan pelemahan rupiah dan mata uang sejenisnya. Pasar akan terus memantau perkembangan situasi untuk mengantisipasi dampak lebih lanjut.
Kesimpulannya, pelemahan rupiah kali ini merupakan dampak gabungan dari ekspektasi pasar terhadap kebijakan The Fed dan ancaman tarif impor dari pemerintahan Trump. Kedua faktor ini menciptakan ketidakpastian ekonomi global dan mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman, sehingga menekan nilai tukar rupiah.