Rupiah Menguat: Harapan Penurunan Suku Bunga The Fed Jadi Penopang
Nilai tukar rupiah menguat didorong ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada Juni 2025 dan tren penguatan mata uang regional, meskipun ketidakpastian kebijakan tarif AS-China masih membayangi.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada Jumat pagi, 25 April 2025. Penguatan ini dipengaruhi oleh meningkatnya harapan penurunan suku bunga The Fed pada Juni 2025, serta tren penguatan mata uang regional. Hal ini disampaikan oleh analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, kepada ANTARA di Jakarta. Penguatan rupiah juga terjadi di tengah ketidakpastian kebijakan tarif AS terhadap China yang masih berlanjut.
Rully menjelaskan bahwa potensi penguatan rupiah berada di kisaran Rp16.875 - Rp16.800 per dolar AS. Ia menambahkan bahwa harapan penurunan suku bunga The Fed didasari upaya untuk mengendalikan inflasi dan menekan angka pengangguran di AS. Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump sebelumnya telah berdampak pada proses produksi sejumlah pabrik, yang mengakibatkan kelangkaan bahan baku dan ancaman pemutusan hubungan kerja.
Selain itu, Rully menilai rupiah saat ini masih undervalued terhadap fundamentalnya, sehingga masih terdapat ruang untuk penguatan. Penguatan mata uang regional juga turut berkontribusi pada penguatan rupiah. Indeks dolar AS telah turun 9 persen dari level tertingginya, berada di bawah angka 100, yang mengindikasikan investor mulai mengambil risiko (risk on) pada aset negara berkembang (emerging market).
Ketidakpastian Kebijakan Tarif AS-China
Meskipun diprediksi menguat, ketidakpastian kebijakan tarif AS terhadap China masih menjadi bayang-bayang bagi rupiah. Presiden Trump sebelumnya mengemukakan prospek pengurangan bea perdagangan tinggi terhadap China, namun pernyataan tersebut masih belum jelas dan kurang optimis. Hal ini membuat rencana dialog antara kedua negara belum terwujud.
Meskipun Trump berencana menurunkan tarif 145 persen terhadap China, langkah tersebut bergantung pada kesediaan China untuk datang ke meja perundingan. Namun, China belum menunjukkan minat untuk mengikuti saran AS, sehingga perang tarif masih berlanjut. Komentar dari anggota pemerintahan Trump lainnya, seperti Menteri Keuangan AS Scott Bessent, yang memperingatkan bahwa pembicaraan perdagangan dengan China bisa sulit, juga turut menurunkan optimisme atas de-eskalasi hubungan AS-China.
Bessent bahkan menyebutkan bahwa AS mungkin perlu memangkas tarif terlebih dahulu sebelum terlibat dengan Beijing. Ketidakpastian ini menunjukkan bahwa jalan menuju penyelesaian perang dagang AS-China masih panjang dan berliku, sehingga berpotensi mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Penguatan Rupiah di Tengah Ketidakpastian
Pada pembukaan perdagangan Jumat pagi, rupiah menguat 58 poin atau 0,34 persen menjadi Rp16.815 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.873 per dolar AS. Penguatan ini menunjukkan optimisme pasar terhadap potensi penurunan suku bunga The Fed dan tren penguatan mata uang regional. Namun, ketidakpastian terkait kebijakan tarif AS-China tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai karena berpotensi menimbulkan volatilitas pada nilai tukar rupiah.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah saat ini merupakan sinyal positif bagi perekonomian Indonesia. Namun, perlu diingat bahwa kondisi global yang dinamis dan penuh ketidakpastian tetap membutuhkan kewaspadaan dan antisipasi dari pemerintah dan pelaku ekonomi.
Ke depan, perkembangan hubungan AS-China dan kebijakan moneter The Fed akan tetap menjadi faktor penentu utama pergerakan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, monitoring dan analisis yang cermat terhadap perkembangan tersebut sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.