Rupiah Menguat: Penundaan Tarif AS dan Inflasi Rendah Jadi Penopang
Penguatan nilai tukar rupiah hari ini didorong penundaan kebijakan tarif impor oleh Presiden AS dan inflasi rendah di Indonesia.
Jakarta, 10 April 2025 - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menguat pada perdagangan Kamis pagi ini. Penguatan ini dipengaruhi oleh dua faktor utama: penundaan penerapan kebijakan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, dan inflasi domestik yang tetap rendah.
Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, menjelaskan bahwa penguatan rupiah diperkirakan mencapai kisaran Rp16.775-Rp16.870 per dolar AS. Hal ini terutama disebabkan oleh keputusan Presiden Trump untuk menunda penerapan tarif impor yang lebih tinggi terhadap lebih dari 75 negara, termasuk Indonesia. Penundaan ini memberikan dampak positif pada pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
Keputusan tersebut memberikan kelegaan bagi pelaku pasar, mengurangi ketidakpastian ekonomi global yang sebelumnya meningkat akibat ancaman tarif tinggi. Penundaan selama 90 hari ini memberi waktu bagi negara-negara yang terkena dampak untuk bernegosiasi dan mencari solusi atas berbagai isu perdagangan dengan AS.
Pengaruh Kebijakan Tarif AS terhadap Rupiah
Presiden Trump mengumumkan penangguhan tarif impor ini setelah berbagai negara menghubungi mitra mereka di AS untuk membahas berbagai isu perdagangan, termasuk hambatan dagang, tarif, manipulasi mata uang, dan tarif non-moneter. Presiden Trump juga menekankan bahwa negara-negara tersebut tidak melakukan tindakan balasan terhadap AS. Keputusan ini dinilai sebagai langkah yang positif dan mengurangi tekanan terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.
Penundaan ini memberikan dampak positif pada sentimen pasar. Ketidakpastian terkait tarif impor yang tinggi telah berkurang, sehingga investor lebih optimis terhadap prospek ekonomi global dan Indonesia. Hal ini mendorong permintaan terhadap rupiah dan menyebabkan penguatan nilai tukar mata uang tersebut.
Lebih lanjut, Rully Nova menambahkan bahwa "Rupiah hari ini diperkirakan ditutup menguat di kisaran Rp16.775-Rp16.870 yang dipengaruhi oleh faktor global, yaitu penundaan penerapan tarif oleh Presiden Trump."
Inflasi Rendah dan Harapan Penurunan Suku Bunga
Selain faktor global, penguatan rupiah juga didukung oleh kondisi ekonomi domestik yang positif. Inflasi Indonesia tercatat rendah, yaitu sebesar 1,03 persen secara tahunan (yoy) pada Maret 2025. Angka inflasi yang rendah ini memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga.
Rully Nova menjelaskan bahwa "Ruang penurunan suku bunga oleh BI cukup besar karena inflasi masih sangat rendah. Alasan yang mendasar lebih pada menjaga momentum pertumbuhan agar tidak terjadi stagnasi ekonomi." Penurunan suku bunga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia.
Harapan penurunan suku bunga oleh BI juga turut memberikan sentimen positif terhadap rupiah. Penurunan suku bunga dapat membuat investasi di Indonesia lebih menarik, sehingga meningkatkan permintaan terhadap rupiah.
Pada pembukaan perdagangan Kamis pagi, nilai tukar rupiah menguat 40 poin atau 0,24 persen menjadi Rp16.833 per dolar AS, dibandingkan dengan Rp16.873 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah hari ini merupakan dampak positif dari kombinasi faktor global dan domestik. Penundaan kebijakan tarif AS dan inflasi rendah di Indonesia telah menciptakan sentimen positif di pasar, mendorong penguatan nilai tukar rupiah.