Sampah Jadi Listrik dan BBM: Target 30 Kota Besar di 2029
Pemerintah menargetkan pengolahan sampah menjadi listrik dan BBM di 30 kota besar Indonesia pada 2029, memanfaatkan teknologi pirolisis dan bioenergi untuk mencapai target tersebut.
Pemerintah Indonesia menargetkan pengolahan sampah menjadi sumber energi terbarukan berupa listrik dan bahan bakar minyak (BBM) di 30 kota besar pada tahun 2029. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, mengungkapkan rencana ambisius ini dalam wawancara di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu lalu. Target ini diharapkan dapat mengurangi masalah sampah sekaligus menyediakan energi alternatif.
Menurut Yuliot, setiap kota besar ditargetkan mampu menghasilkan listrik sekitar 20 megawatt dari pengolahan sampah. Tidak hanya listrik, pemerintah juga mengincar produksi BBM melalui teknologi pirolisis, sebuah metode pengolahan sampah organik yang menjanjikan. Proses ini akan memanfaatkan sampah organik untuk menghasilkan bioenergi, baik biogas maupun biomassa.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mendukung penuh rencana ini, melihatnya sebagai solusi inovatif untuk pengelolaan sampah. Akselerasi pemanfaatan sampah menjadi energi diharapkan dapat mengurangi timbunan sampah dan mendukung upaya penanganan sampah di daerah. Upaya ini akan didukung oleh aturan baru mengenai elektrifikasi dan penyederhanaan regulasi terkait pengelolaan sampah.
Integrasi Pengolahan Sampah dan Regulasi Baru
Pemerintah sedang menyatukan tiga Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan sampah untuk mendukung pemanfaatan sampah menjadi energi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Perpres yang akan digabung meliputi Perpres Nomor 97 Tahun 2017, Perpres Nomor 35 Tahun 2018, dan Perpres Nomor 83 Tahun 2018. Ketiga Perpres ini mengatur kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah, percepatan pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik, dan penanganan sampah di laut.
Salah satu poin penting dalam aturan baru adalah penetapan biaya listrik dari PLTSa sebesar 19,20 sen per kilowatt hour (kWh). Angka ini lebih tinggi dari tarif listrik dari PLTSa yang ditetapkan PLN, yaitu 13,5 sen per kWh. Selisih harga ini akan diatasi dengan subsidi dari Kementerian Keuangan.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa detail harga dan skema masih dalam pembahasan. Namun, ia optimistis bahwa skenario pemanfaatan sampah lebih dari 1.000 ton per hari dapat memberikan keuntungan bagi pengembang PLTSa.
Teknologi dan Tantangan
Pengolahan sampah menjadi listrik dan BBM akan melibatkan teknologi canggih, termasuk teknologi pirolisis untuk menghasilkan BBM dari sampah organik. Selain itu, teknologi untuk mengolah sampah anorganik menjadi listrik juga akan menjadi kunci keberhasilan program ini. Pemerintah perlu memastikan tersedianya teknologi yang tepat dan efisien untuk mencapai target yang telah ditetapkan.
Tantangan lain yang perlu dihadapi adalah memastikan ketersediaan infrastruktur yang memadai di 30 kota besar yang menjadi target. Pembangunan PLTSa dan infrastruktur pendukung lainnya membutuhkan investasi yang signifikan. Koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah juga sangat penting untuk memastikan keberhasilan program ini.
Sosialisasi kepada masyarakat juga sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Masyarakat perlu memahami pentingnya memilah sampah dan memberikan dukungan terhadap program ini.
Kesimpulan
Program pengolahan sampah menjadi listrik dan BBM merupakan langkah inovatif yang menjanjikan dalam mengatasi masalah sampah dan menyediakan energi terbarukan. Meskipun terdapat tantangan, keberhasilan program ini akan memberikan dampak positif bagi lingkungan dan perekonomian Indonesia. Keberhasilan program ini bergantung pada koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, ketersediaan teknologi yang tepat, dan dukungan penuh dari masyarakat.