Tawuran Remaja Boyolali Bukan Klitih: Empat Pelaku Ditangkap
Polres Boyolali memastikan tawuran antarremaja di Mojosongo bukan klitih, melainkan perkelahian antar kelompok yang dipicu tantangan media sosial; empat pelaku, tiga di antaranya anak-anak, telah ditangkap.
Tawuran remaja di Boyolali yang terjadi beberapa waktu lalu di Kecamatan Mojosongo bukanlah aksi klitih, melainkan perkelahian antar kelompok remaja. Hal tersebut dipastikan oleh pihak Polres Boyolali. Kapolres Boyolali, AKBP Rosyid Hartanto, menjelaskan kronologi kejadian dan penangkapan para pelaku pada Rabu, 29 Januari 2024.
Empat orang telah diamankan pihak kepolisian terkait kasus ini. Yang mengejutkan, tiga dari empat pelaku masih di bawah umur, berusia kurang dari 17 tahun. Mereka diduga kuat terlibat dalam aksi pengeroyokan yang mengakibatkan satu korban mengalami luka akibat senjata tajam di bagian pinggang. Korban sendiri juga merupakan salah satu pelaku.
Polisi berhasil menyita barang bukti berupa tiga senjata tajam. Menariknya, senjata tajam tersebut dibeli secara online dan disembunyikan di rumah salah satu tersangka. Kejadian ini rupanya tidak berdiri sendiri; investigasi lebih lanjut menunjukkan keterlibatan beberapa kelompok lain, yang saat ini masih dalam pengejaran pihak berwajib.
Motif tawuran ini ternyata berawal dari aksi saling ejek dan tantangan melalui media sosial. Pihak kepolisian kini gencar memantau aktivitas media sosial terkait, melibatkan tim patroli cyber dari bagian humas dan reskrim untuk melacak pelaku lain yang mungkin terlibat.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak ada masalah pribadi antara para pelaku dan korban. Menurut Kapolres, tawuran ini semata-mata untuk menunjukkan eksistensi kelompok, tanpa motif ekonomi, peredaran miras, atau narkoba. Mereka saling memberi dukungan jika terjadi perkelahian antar kelompok.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 170 ayat dua KUHP tentang pengeroyokan. Ancaman hukumannya cukup berat, yakni penjara maksimal tujuh tahun. Namun, karena ada pelaku di bawah umur, hukumannya akan diringankan, menjadi maksimal empat tahun penjara.
Kesimpulannya, kasus tawuran remaja di Boyolali ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan orang tua dan peran aktif masyarakat dalam mencegah aksi kekerasan antar remaja. Perkembangan teknologi dan media sosial juga perlu diwaspadai karena bisa memicu tindakan negatif seperti ini. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak.