Terungkap! Kerugian Negara Rp500 Miliar Lebih, Kejati Bengkulu Tetapkan Kepala Sucofindo Tersangka Korupsi Tambang Batu Bara
Kejaksaan Tinggi Bengkulu menetapkan Kepala PT Sucofindo dan Direktur PT Ratu Samban Mining sebagai tersangka kasus korupsi tambang batu bara, dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp500 miliar. Siapa saja yang terlibat?
Kejaksaan Tinggi Bengkulu baru-baru ini menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tambang batu bara yang merugikan negara hingga setengah triliun rupiah lebih. Penetapan ini menjadi langkah signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor pertambangan.
Dua individu yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Imam Sumantri (IS) selaku Kepala PT Sucofindo Regional Bengkulu dan Edhie Santosa (EDH) Direktur PT Ratu Samban Mining. Keduanya diduga terlibat dalam praktik korupsi produksi dan eksplorasi tambang.
Kasus ini berpusat di Kota Bengkulu, melibatkan aktivitas pertambangan PT Ratu Samban Mining dan PT Tunas Bara Jaya. Penjualan batu bara secara tidak sah terjadi antara tahun 2021 hingga 2022, memperparah kerugian negara yang telah terakumulasi.
Peran Kunci dalam Dugaan Korupsi Tambang Batu Bara
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani, menjelaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Imam Sumantri dan Edhie Santosa dilakukan setelah melalui proses penyidikan mendalam. Keduanya disangkakan melanggar Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 KUHP.
Peran Imam Sumantri sebagai Kepala PT Sucofindo Regional Bengkulu dan Edhie Santosa sebagai Direktur PT Ratu Samban Mining sangat krusial. Keterlibatan mereka diduga menjadi penyebab utama kerugian finansial negara yang fantastis dalam kasus korupsi tambang batu bara ini.
Sebelumnya, Kejati Bengkulu juga telah menetapkan lima pengusaha tambang batu bara sebagai tersangka dalam kasus serupa. Mereka termasuk Komisaris Tunas Bara Jaya Bebby Hussy, General Manager PT Inti Bara Perdana Saskya Hussy, Direktur Utama Tunas Bara Jaya Julius Soh, Marketing PT Inti Bara Perdana Agusman, dan Direktur Tunas Bara Jaya Sutarman. Ini menunjukkan skala kasus yang luas dan terorganisir.
Modus Operandi dan Kerugian Negara Fantastis
Kepala Seksi Penyidikan Pidsus Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo, mengungkapkan bahwa peran para tersangka sangat penting dalam menyebabkan kerugian negara. Kerugian ini diperkirakan mencapai angka lebih dari Rp500 miliar, menjadikannya salah satu kasus korupsi dengan nilai kerugian terbesar di Bengkulu.
Modus operandi yang diduga dilakukan para tersangka meliputi perambahan kawasan hutan dan penjualan batu bara secara tidak sah. Aktivitas ini jelas melanggar aturan dan perizinan yang berlaku dalam sektor pertambangan.
Terkait dengan PT Ratu Samban Mining, izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan tersebut telah bermasalah sejak tahun 2011. Meskipun demikian, praktik penjualan batu bara ilegal masih terus berlangsung hingga periode 2021-2022, menunjukkan adanya pelanggaran sistematis yang terkait dengan korupsi tambang batu bara.
Implikasi Hukum dan Komitmen Pemberantasan Korupsi
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis yang mencakup Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juga turut dikenakan.
Penerapan pasal-pasal ini menunjukkan keseriusan Kejaksaan Tinggi Bengkulu dalam menindak tegas pelaku korupsi. Hukuman berat menanti para tersangka jika terbukti bersalah, sebagai bentuk efek jera bagi pihak lain yang berniat melakukan tindakan serupa.
Kasus korupsi tambang batu bara ini menjadi sorotan publik dan menegaskan komitmen Kejati Bengkulu dalam memberantas praktik ilegal yang merugikan keuangan negara. Diharapkan, proses hukum selanjutnya dapat berjalan transparan dan memberikan keadilan bagi seluruh pihak.