Tiga Kasus Kekerasan Seksual di Sulteng Tahun 2024, Mayoritas Korban Anak
Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKP-HAM) Sulteng mencatat tiga kasus kekerasan seksual pada tahun 2024, dengan mayoritas korban anak dan terjadi di lingkungan keluarga, sementara KPAI mencatat 265 kasus serupa di seluruh Indonesia.
Palu, Sulawesi Tengah - Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) melaporkan adanya tiga kasus kekerasan seksual (KS) di wilayah tersebut sepanjang tahun 2024. Jumlah ini mungkin tampak kecil, namun di balik angka tersebut terdapat kisah-kisah pilu yang perlu mendapat perhatian serius. Dua kasus terjadi di Kabupaten Poso, sementara satu kasus lainnya terjadi di Kota Palu. Yang mengkhawatirkan, jumlah korban sebenarnya lebih dari tiga orang, khususnya dalam kasus kekerasan seksual yang menimpa karyawan sebuah hotel di Palu.
Kasus Kekerasan Seksual di Sulawesi Tengah
Direktur SKP-HAM Sulteng, Nurlela Lamasitudju, mengungkapkan keprihatinannya atas temuan ini. Menurutnya, meskipun jumlah kasus tercatat hanya tiga, setiap kasus mewakili penderitaan yang dialami korban. "Satu kasus saja sudah sangat berarti bagi kami," ujarnya, menekankan pentingnya pendampingan bagi para korban. Dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencatat dua kasus di Poso dan Sigi, angka ini menunjukkan adanya tantangan yang perlu ditangani secara serius.
Fakta mengejutkan lainnya adalah mayoritas korban kekerasan seksual di Sulteng adalah anak-anak. Hal ini menunjukkan kerentanan anak terhadap berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. SKP-HAM menduga masih banyak kasus serupa yang tidak terlaporkan. Ketakutan dan rasa malu menjadi penghalang utama bagi korban, terutama anak-anak, untuk melaporkan kejadian yang mereka alami.
Faktor Keluarga dan Ancaman
Lebih lanjut, Nurlela menjelaskan bahwa sebagian besar kasus kekerasan seksual terjadi dalam lingkup keluarga atau lingkungan yang dekat dengan korban. Anak-anak di bawah 10 tahun seringkali terancam dan takut untuk melapor, sementara remaja di bawah 17 tahun lebih cenderung merasa malu dan enggan berbicara. Ini menunjukkan betapa pentingnya peran keluarga dan lingkungan dalam mencegah dan melindungi anak dari kekerasan seksual.
Data yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 11 Februari 2025 semakin menguatkan keprihatinan ini. Sepanjang tahun 2024, KPAI menerima 265 aduan kasus kekerasan seksual terhadap anak di seluruh Indonesia. Angka ini merupakan bagian dari 2.057 pengaduan total yang diterima KPAI, dengan 954 kasus telah ditindaklanjuti hingga tahap terminasi. Data ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian dan penanganan secara komprehensif di tingkat nasional.
Perlu Peningkatan Pencegahan dan Pelaporan
Kesimpulannya, data dari SKP-HAM Sulteng dan KPAI menunjukkan tingginya angka kekerasan seksual, khususnya terhadap anak. Perlu adanya peningkatan upaya pencegahan dan perlindungan anak dari kekerasan seksual, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus-kasus tersebut. Kerjasama antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat luas sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan seksual. Korban perlu merasa aman dan terlindungi untuk berani melapor tanpa rasa takut atau malu.
Pentingnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya kekerasan seksual dan bagaimana cara mencegah dan melaporkan kasus kekerasan seksual juga perlu ditingkatkan. Dengan demikian, diharapkan angka kekerasan seksual, terutama terhadap anak, dapat ditekan dan korban dapat mendapatkan keadilan dan perlindungan yang layak.