Tren Penurunan Jumlah BPR Berlanjut: OJK Terus Perkuat Industri Keuangan
OJK melaporkan tren penurunan jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masih berlanjut di 2025, meskipun kinerja industri secara keseluruhan masih positif, didorong oleh peningkatan aset dan kredit, serta upaya penguatan regulasi.
Jakarta, 9 Mei 2025 - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan tren penurunan jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) masih berlanjut hingga tahun ini. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) April 2025 di Jakarta. Penurunan ini terjadi seiring dengan konsolidasi BPR/BPRS yang dimiliki pihak yang sama melalui penggabungan atau peleburan, serta pencabutan izin usaha bagi BPR/BPRS yang bermasalah.
Meskipun demikian, Dian mencatat kinerja industri BPR/BPRS hingga Maret 2025 masih menunjukkan pertumbuhan positif. Peningkatan terlihat pada aset, penyaluran kredit, dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK). Fungsi intermediasi dan likuiditas juga tetap terjaga, dengan rasio permodalan yang berada di atas ambang batas regulasi. Namun, rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) industri BPR/BPRS masih menjadi perhatian, dipengaruhi oleh dampak pandemi COVID-19 terhadap UMKM dan nasabah perorangan di daerah, yang merupakan target utama BPR.
OJK menegaskan komitmennya untuk memperkuat industri BPR/BPRS sesuai amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Langkah konkrit yang dilakukan antara lain menerbitkan sejumlah peraturan untuk meningkatkan kualitas manajemen risiko dan tata kelola BPR/BPRS. Beberapa peraturan tersebut termasuk Peraturan OJK (POJK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi BPR dan BPRS, serta sejumlah Surat Edaran OJK (SEOJK) terkait penerapan tata kelola dan panduan akuntansi perbankan bagi BPR.
Penguatan Regulasi dan Antisipasi Risiko
OJK telah menerbitkan POJK Nomor 9 Tahun 2024 dan SEOJK Nomor 12/SEOJK.03/2024 untuk meningkatkan tata kelola BPR dan BPRS. SEOJK Nomor 21/SEOJK.03/2024 juga telah diterbitkan sebagai panduan akuntansi perbankan bagi BPR, yang mewajibkan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia untuk Entitas Privat. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan BPR.
Sebagai upaya antisipasi risiko, OJK mendorong BPR/BPRS untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). CKPN ini bertujuan untuk mengantisipasi potensi kerugian akibat penurunan nilai aset keuangan, terutama kredit. Pembentukan CKPN merupakan bentuk kehati-hatian dalam pengelolaan risiko kredit.
OJK juga aktif melakukan pengawasan dan mengambil tindakan tegas terhadap BPR/BPRS yang bermasalah. Sebagai contoh, OJK baru-baru ini mencabut izin usaha PT Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) Gebu Prima di Medan, Sumatera Utara. Pencabutan izin ini disebabkan oleh kegagalan pemegang saham, dewan komisaris, dan direksi dalam melakukan upaya penyehatan BPR sesuai tenggat waktu yang diberikan. Pencabutan izin BPRS Gebu Prima merupakan kasus pertama di tahun 2025, menyusul pencabutan izin 20 BPR/BPRS lainnya pada tahun 2024.
Dampak dan Tantangan bagi Industri BPR
Penurunan jumlah BPR/BPRS menunjukkan tantangan yang dihadapi industri ini. Konsolidasi dan pencabutan izin usaha menunjukkan perlunya peningkatan efisiensi dan manajemen risiko yang lebih baik. Namun, pertumbuhan positif pada aset, kredit, dan DPK menunjukkan potensi yang masih ada dalam industri ini.
OJK terus berupaya untuk mendukung pengembangan industri BPR/BPRS melalui regulasi yang lebih baik dan pengawasan yang ketat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan stabilitas industri BPR/BPRS, serta mendukung perekonomian nasional, khususnya di sektor UMKM.
Meskipun terdapat tantangan, OJK optimis bahwa dengan langkah-langkah yang telah dan akan diambil, industri BPR/BPRS dapat terus berkontribusi pada perekonomian Indonesia. Penguatan regulasi dan pengawasan yang ketat diharapkan dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan yang berkelanjutan dan sehat bagi industri ini.
"OJK berkomitmen untuk terus memperkuat industri BPR/BPRS agar dapat berperan lebih optimal dalam mendukung perekonomian nasional," ujar Dian Ediana Rae.