Trump di Teluk: Antara Kesepakatan Bisnis Triliunan dan Genosida Gaza
Kunjungan Donald Trump ke Timur Tengah diwarnai kesepakatan bisnis besar dengan negara-negara Teluk, namun dibayangi konflik Gaza dan perbedaan sikap dengan Israel.
Presiden AS Donald Trump melakukan kunjungan ke Timur Tengah, mengunjungi Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Kunjungan ini, yang kedua kalinya di masa jabatan keduanya, ditandai dengan penandatanganan kesepakatan senjata senilai 142 miliar dolar AS dengan Arab Saudi dan pertemuan dengan sejumlah miliarder AS. Namun, kunjungan tersebut juga terjadi di tengah genosida di Gaza dan perbedaan pandangan yang signifikan antara Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Tujuan utama kunjungan Trump tampak berfokus pada ekonomi, khususnya mengamankan investasi besar-besaran dari negara-negara Teluk ke AS. Kondisi ekonomi AS yang memburuk, ditandai penurunan PDB, menjadi latar belakang penting lawatan ini. Pertemuan Trump dengan para pengusaha terkemuka seperti Mark Zuckerberg dan Elon Musk di Arab Saudi semakin menguatkan fokus pada aspek bisnis ini. Hal ini berbeda dengan kunjungan Presiden Biden sebelumnya, yang disambut lebih formal dan fokus pada isu politik.
Meskipun kunjungan ini menghasilkan kesepakatan ekonomi dan senjata yang menguntungkan AS, namun bayangan genosida di Gaza dan perbedaan sikap Trump dengan Netanyahu atas konflik tersebut tetap menjadi sorotan utama. Perbedaan ini terlihat dalam pendekatan terhadap Iran, di mana Trump cenderung mendorong negosiasi diplomatik, sementara Netanyahu menginginkan serangan militer.
Kesepakatan Bisnis dan Keamanan Teluk
Negara-negara Teluk, menurut Hasan Alhasan dari Institut Internasional untuk Studi Strategis di Bahrain, menawarkan investasi besar dan pembelian senjata kepada AS. Ali Shihabi, komentator politik ekonomi Arab Saudi, menekankan bahwa keamanan menjadi prioritas utama negara-negara Teluk, dan mereka mengharapkan komitmen AS untuk menjaga stabilitas regional. Kesepakatan senjata antara AS dan Arab Saudi senilai 142 miliar dolar AS menjadi bukti nyata dari kerja sama ini.
Kesepakatan tersebut mencakup berbagai peralatan pertahanan canggih untuk memperkuat kapabilitas militer Arab Saudi. Gedung Putih menyatakan kesepakatan ini akan menguntungkan Arab Saudi dalam hal keamanan maritim, perbatasan, dan sistem informasi. Namun, kunjungan Trump juga mencakup pertemuan dengan Presiden Suriah, Ahmed Al-Sharaa, dan pencabutan sanksi AS terhadap Suriah, langkah yang didukung Arab Saudi dan Turki, tetapi dikritik Iran dan Israel.
Pertemuan dengan Presiden Suriah dan pencabutan sanksi AS terhadap Suriah menandai potensi reintegrasi Suriah ke dalam sistem global. Namun, langkah ini menimbulkan kekhawatiran keamanan bagi Israel, yang disampaikan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Perbedaan Pandangan Trump dan Netanyahu
Perbedaan pandangan antara Trump dan Netanyahu bukanlah hal baru. Frank Lowenstein, mantan utusan Timur Tengah era Obama, menyatakan bahwa Israel awalnya berharap mendapat dukungan penuh dari Trump, tetapi Trump memiliki agenda sendiri. Trump, yang sebelumnya mencabut pembatasan pengiriman senjata ke Israel dan mendukung perang di Gaza, kini mengambil jalur yang berbeda.
Trump mendorong pendekatan diplomatik terhadap Iran, yang membuat frustrasi Netanyahu. Keputusan Trump untuk menghentikan operasi militer AS terhadap kelompok Houthi di Yaman juga mengejutkan Israel, terutama setelah serangan rudal Houthi ke dekat Bandara Ben Gurion. Kunjungan Trump ke negara-negara Arab tanpa mengunjungi Israel semakin memperjelas perbedaan pendekatan kedua pemimpin tersebut.
Perbedaan ini terlihat jelas dalam penanganan konflik di Gaza. Netanyahu menginginkan serangan militer ke fasilitas nuklir Iran, sedangkan Trump lebih memilih negosiasi. Trump juga menghentikan operasi militer AS terhadap kelompok Houthi di Yaman setelah kelompok tersebut berjanji untuk menghentikan serangan terhadap kapal AS di Laut Merah.
Penderitaan Warga Palestina di Gaza
Konflik di Gaza terus menimbulkan penderitaan bagi warga Palestina. Lebih dari 52.800 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas akibat serangan Israel sejak Oktober 2023. Meskipun ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Israel atas kejahatan perang, serangan Israel terus berlanjut.
Serangan udara Israel yang menewaskan lebih dari 80 warga Palestina, termasuk puluhan anak-anak dan perempuan, terjadi pada 13 Mei 2025. Tom Fletcher, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan, mendesak Dewan Keamanan PBB untuk bertindak dan menyerukan Israel untuk mencabut blokade terhadap bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Blokade Israel terhadap Gaza telah menyebabkan kelaparan, kekurangan nutrisi, dan akses terbatas terhadap layanan kesehatan bagi warga Palestina. Rencana Israel-AS untuk mengambil alih distribusi bantuan kemanusiaan melalui kontraktor keamanan swasta AS telah ditolak oleh PBB karena melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan global. Warga Palestina sendiri menyatakan ketidakpercayaan terhadap rencana tersebut.
Kunjungan Trump: Politik Kosmetik?
Ada pandangan yang menilai kunjungan Trump sebagai politik kosmetik, lebih fokus pada kesepakatan bisnis dan penjualan senjata daripada mencapai stabilitas dan keadilan regional. Pernyataan Trump yang menyebut Gaza sebagai 'Riviera Timur Tengah' dan usulan relokasi massal warga Palestina telah menuai tuduhan pembersihan etnis.
Agar AS dapat berperan konstruktif dalam perdamaian, AS harus bertindak sebagai mediator yang netral, mendukung solusi dua negara, menghentikan pengiriman senjata ke Israel, dan mendukung pembangunan ekonomi di wilayah Palestina. AS juga perlu mendukung rekonstruksi Gaza dan pembangunan kembali Suriah, Irak, dan Yaman dengan cara yang inklusif dan berkelanjutan.
Investasi yang penting adalah dalam hubungan antarmasyarakat, seperti pertukaran pendidikan dan kerja sama teknologi. Konsistensi, kredibilitas, dan kerendahan hati dari pemerintahan AS, termasuk dalam periode kepresidenan Trump, sangat penting untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan.