UN Baru: Sistem Asesmen Pendidikan di Indonesia Berubah Mulai 2025
Ujian Nasional (UN) akan digantikan dengan sistem asesmen pendidikan baru mulai November 2025 untuk SMA/SMK/MA, dan tahun depan untuk SD/SMP; Mendikbudristek memastikan istilah 'ujian' dihilangkan.
Sistem Ujian Nasional (UN) di Indonesia akan segera memasuki babak baru. Mulai November 2025, siswa SMA, SMK, dan MA akan menghadapi sistem asesmen pendidikan yang berbeda. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Kepala Badan Standar Kurikulum Asesmen Pendidikan (BSKAP), Toni Toharudin, dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin, 20 Januari.
Menurut Toni Toharudin, implementasi sistem asesmen pendidikan baru ini akan diterapkan di sekolah atau madrasah yang telah terakreditasi. Ini menjadi salah satu syarat penting dalam pelaksanaan sistem yang baru ini. Hal ini tentu akan mendorong sekolah untuk meningkatkan kualitas akreditasinya.
Sementara itu, untuk siswa SD dan SMP, perubahan sistem asesmen akan dimulai pada tahun ajaran mendatang. Artinya, siswa kelas enam SD dan kelas sembilan SMP akan menjadi angkatan pertama yang merasakan perbedaan ini. Perubahan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kualitas pendidikan di Indonesia.
Perubahan besar juga akan terjadi pada terminologi yang digunakan. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Abdul Mu'ti, menegaskan bahwa istilah 'ujian' akan dihilangkan. Beliau menyatakan, "Tak bocorin sedikit saja, nanti tidak akan ada kata-kata ujian lagi. Kata-kata ujian tidak ada." Meskipun detail mekanisme pengganti UN masih dirahasiakan, Mendikbudristek memastikan konsepnya telah rampung dan akan diumumkan setelah peraturan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) keluar, kemungkinan sebelum Idul Fitri.
Penggantian UN dengan sistem asesmen baru ini merupakan langkah signifikan dalam reformasi pendidikan Indonesia. Sistem ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kemampuan siswa, tidak hanya sekedar nilai ujian. Proses transisi ini tentu membutuhkan persiapan matang, baik dari segi infrastruktur, pelatihan guru, maupun penyusunan sistem asesmen yang efektif dan adil.
Dengan dihapuskannya istilah 'ujian', pemerintah berharap dapat mengurangi beban psikologis siswa dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif. Sistem asesmen yang baru diharapkan mampu mengukur kemampuan siswa secara holistik, meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses ini menuntut kolaborasi berbagai pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, guru, dan orang tua.
Perubahan besar dalam sistem asesmen pendidikan ini tentunya akan disambut dengan berbagai reaksi dari berbagai pihak. Namun, tujuan utama dari perubahan ini adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan menciptakan generasi penerus bangsa yang lebih kompeten dan siap menghadapi tantangan masa depan. Semoga sistem asesmen yang baru ini dapat mencapai tujuan tersebut.