USG Berbasis AI: Upaya Tekan Angka Kematian Ibu dan Bayi serta Kanker Payudara di Indonesia
Kementerian Kesehatan memanfaatkan teknologi USG ber-AI untuk meningkatkan akurasi deteksi dini kanker payudara dan menekan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengumumkan penggunaan alat ultrasonografi (USG) yang didukung kecerdasan buatan (AI) sebagai upaya untuk meningkatkan akurasi deteksi dini kanker payudara dan menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Penggunaan teknologi ini diharapkan dapat memberikan diagnosis yang lebih tepat dan menyeluruh.
Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan, Lucia Rizka Andalusia, menjelaskan bahwa program Cek Kesehatan Gratis (CKG) membutuhkan banyak alat pencitraan seperti USG. Dengan kemajuan teknologi AI, Kemenkes berupaya memanfaatkannya untuk meningkatkan layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. "Dan harapan kami Indonesia sebagai negara dengan penduduk 280 juta lebih ini kita bukan hanya menerima AI dan machine learning tersebut sebagai user saja, tapi kita juga ikut mengembangkan," ujar Rizka.
Rizka menambahkan bahwa USG ber-AI menawarkan akurasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan metode manual seperti periksa payudara sendiri (SADARI). Kemenkes melihat potensi besar pengembangan AI dalam industri alat kesehatan, khususnya dalam dua area utama: integrasi AI dengan alat skrining, seperti USG yang baru diluncurkan oleh GE Healthcare, dan pengembangan AI sebagai alat kesehatan mandiri untuk membaca dan menerjemahkan hasil pemindaian (yang tetap memerlukan validasi dan kurasi manusia).
Teknologi AI untuk Skrining Kesehatan
Pemanfaatan teknologi AI dalam skrining kesehatan sangat penting mengingat tingginya angka kematian ibu dan bayi, serta kasus kanker payudara di Indonesia. Data Sensus Penduduk 2020 mencatat angka kematian ibu melahirkan mencapai 189 per 100 ribu kelahiran hidup, sementara kematian bayi mencapai 16,85 per 1.000 kelahiran hidup. Data Global Cancer Statistics (Globocan) 2020 menunjukkan terdapat 68.858 kasus baru kanker payudara, atau 16,6 persen dari total 396.914 kasus kanker baru di Indonesia, dengan lebih dari 22 ribu kematian akibat kanker payudara.
Dengan meningkatnya populasi dan keterbatasan sumber daya manusia kesehatan, pencarian metode skrining yang efektif dan efisien menjadi prioritas. Kemenkes mengajak berbagai pihak, termasuk akademisi (seperti Kolegium Radiologi), industri alat kesehatan, dan kementerian/lembaga terkait, untuk berinovasi dan mengembangkan metode skrining yang lebih baik.
Selain penyediaan alat USG ke puskesmas-puskesmas, Kemenkes juga fokus pada pelatihan tenaga kesehatan dalam penggunaan dan interpretasi hasil USG. Upaya ini bertujuan untuk memperluas akses layanan USG bagi masyarakat dan mengatasi rendahnya akses layanan kesehatan sebagai salah satu faktor penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi, serta kasus kanker payudara.
Tantangan dan Harapan
Meskipun penggunaan USG ber-AI menjanjikan peningkatan akurasi dan efisiensi dalam deteksi dini penyakit, tantangan tetap ada. Ketersediaan alat dan pelatihan tenaga kesehatan yang memadai masih perlu ditingkatkan. Kolaborasi antar berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan industri, sangat krusial untuk keberhasilan program ini.
Harapannya, dengan dukungan teknologi AI dan kolaborasi yang kuat, Indonesia dapat secara signifikan menurunkan angka kematian ibu dan bayi, serta angka kejadian kanker payudara. Inovasi ini diharapkan mampu memberikan dampak positif yang besar bagi kesehatan masyarakat Indonesia.
Kemenkes berkomitmen untuk terus berupaya meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, termasuk melalui pemanfaatan teknologi terkini seperti USG ber-AI. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mewujudkan Indonesia yang sehat dan sejahtera.