UI Tegas: Sanksi Tegas Pelanggar Etik dan Akademik, Kasus Disertasi Bahlil Lahadalia Diungkap
Universitas Indonesia (UI) menegaskan telah memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang melanggar etik dan akademik, termasuk dalam kasus disertasi Bahlil Lahadalia, dengan melibatkan empat organ utama UI dalam pengambilan keputusan.

Universitas Indonesia (UI) memberikan klarifikasi resmi terkait polemik disertasi mahasiswa S3 Program Doktor Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG), Bahlil Lahadalia. Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI, Arie Afriansyah, menjelaskan bahwa UI telah bersikap tegas dalam menangani pelanggaran akademik dan etik yang melibatkan promotor, ko-promotor, manajemen sekolah, dan mahasiswa. Pernyataan ini disampaikan di Kampus UI Depok pada Kamis, 13 Maret 2024.
Keputusan UI bukan berasal dari Rektor semata, melainkan hasil kesepakatan bersama empat organ utama UI: Rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), dan Dewan Guru Besar (DGB). Empat organ ini sepakat dan solid dalam mengambil keputusan terkait kasus disertasi tersebut. Konferensi pers yang dilakukan pun melibatkan keempat pimpinan organ UI, menegaskan keseriusan UI dalam menangani masalah ini.
Arie Afriansyah juga membantah tuntutan pembatalan disertasi. Ia menjelaskan bahwa meskipun sebelumnya SKSG telah melakukan promosi doktor, keempat organ UI telah memutuskan bahwa mahasiswa yang bersangkutan harus merevisi disertasinya. Artinya, disertasi tersebut belum diterima sebagai dokumen pendukung kelulusan, sehingga tuntutan pembatalan gelar dinilai tidak tepat. Mahasiswa tersebut, menurut UI, belum dinyatakan lulus dan belum mendapatkan ijazah.
UI Bersikap Tegas pada Semua Pihak yang Melanggar
UI menegaskan komitmennya dalam menegakkan aturan akademik dan etik. Tidak hanya mahasiswa yang dikenai sanksi, tetapi juga promotor, ko-promotor, dan manajemen sekolah. UI menggunakan terminologi "pembinaan" karena fokus utamanya adalah peningkatan kualitas dan perubahan perilaku, bukan sekadar hukuman. Pembinaan bagi mahasiswa berupa revisi disertasi dan publikasi ilmiah, sementara bagi promotor, ko-promotor, dan manajemen sekolah berupa larangan mengajar, menerima mahasiswa bimbingan baru, bahkan larangan menjabat di posisi struktural tertentu.
Pembinaan yang diberikan kepada manajemen tingkat tinggi di UI menunjukkan bahwa penerapan sistem dan mekanisme etik dilakukan secara adil dan tidak tebang pilih. Hal ini menekankan komitmen UI dalam menjaga integritas akademik.
UI juga menjelaskan bahwa keputusan menunda kelulusan mahasiswa dilakukan melalui mekanisme penundaan yudisium hingga revisi disertasi selesai. Dengan demikian, tuntutan pembatalan gelar juga tidak relevan karena mahasiswa belum dinyatakan lulus.
Transparansi dan Terbuka untuk Dialog
Rektor UI, menurut Arie Afriansyah, sangat terbuka terhadap pertanyaan, masukan, dan kritik. Bagi siapa pun yang ingin memahami mekanisme pengambilan keputusan di UI, Rektor siap berdiskusi lebih lanjut secara langsung. Hal ini menunjukkan komitmen UI untuk menjaga transparansi dan keterbukaan dalam proses akademik.
Penjelasan resmi dari UI ini diharapkan dapat memberikan kejelasan kepada publik terkait polemik disertasi yang terjadi. UI menekankan bahwa tindakan tegas yang diambil merupakan bagian dari komitmen untuk menjaga integritas akademik dan etika di lingkungan kampus.
UI juga menekankan pentingnya revisi disertasi untuk memenuhi standar akademik yang telah ditetapkan. Proses pembinaan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kualitas disertasi dan memastikan integritas hasil penelitian.
Dengan demikian, UI berharap polemik ini dapat diselesaikan dengan baik dan proses akademik dapat berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.