Walhi NTB Laporkan Tiga Kasus Perusakan Lingkungan ke Jaksa Agung
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB melaporkan tiga kasus perusakan lingkungan serius ke Jaksa Agung RI, meliputi kerusakan terumbu karang, tambang ilegal, dan galian C ilegal, mendesak penegakan hukum yang tegas.
Mataram, 7 Maret 2024 - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi melaporkan tiga kasus perusakan lingkungan yang kritis kepada Jaksa Agung Republik Indonesia. Laporan ini mencakup kerusakan ekosistem terumbu karang di Gili Matra, pertambangan ilegal di Sekotong, dan maraknya galian C ilegal di Lombok Timur. Ketiga kasus ini diduga melibatkan jaringan mafia yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin, menyatakan bahwa eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan di NTB telah berlangsung lama dan membutuhkan tindakan tegas dari penegak hukum. "Ketiga kasus ini mencerminkan bagaimana tambang ilegal dan eksploitasi sumber daya alam di NTB yang tidak hanya sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga merupakan bagian dari jaringan mafia yang melibatkan berbagai aktor, termasuk pemangku kebijakan dan korporasi," ungkap Amri dalam keterangan tertulis.
Amri menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan efektif untuk melindungi hak-hak masyarakat serta mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah di masa mendatang. Ia berharap laporan ini akan mendorong Jaksa Agung untuk mengambil tindakan segera dan menuntaskan kasus-kasus tersebut.
Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang di Gili Matra
Kasus pertama yang dilaporkan Walhi NTB adalah kerusakan ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi Gili Matra, Lombok Utara. Kerusakan ini diduga disebabkan oleh aktivitas yang tidak berkelanjutan dan lemahnya pengawasan. Selain itu, terdapat indikasi kuat adanya potensi gratifikasi dalam proses pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan tersebut, yang berujung pada marginalisasi hak masyarakat setempat.
Walhi NTB menyoroti kurangnya pengawasan dan penegakan hukum yang efektif dalam melindungi kawasan konservasi tersebut. Mereka mendesak agar pihak berwenang menyelidiki dugaan gratifikasi dan memastikan keadilan bagi masyarakat yang terdampak.
Ketidakberlanjutan aktivitas di Gili Matra mengancam keberlangsungan ekosistem laut dan mata pencaharian masyarakat sekitar yang bergantung pada sektor pariwisata dan perikanan.
Pertambangan Ilegal di Sekotong, Lombok Barat
Kasus kedua menyoroti praktik pertambangan ilegal yang telah berlangsung bertahun-tahun di kawasan Sekotong, Lombok Barat. Aktivitas ini telah menyebabkan pencemaran lingkungan dan degradasi ekosistem secara signifikan. Lebih jauh, Walhi NTB menduga adanya keterlibatan jaringan terorganisir yang mendapatkan keuntungan besar dari aktivitas ilegal ini.
Selama bertahun-tahun, pertambangan ilegal di Sekotong telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang meluas, mengancam kesehatan masyarakat dan keberlanjutan ekosistem. Lemahnya penegakan hukum dinilai sebagai faktor utama yang memungkinkan praktik ini terus berlanjut.
Walhi NTB mendesak agar aparat penegak hukum segera menghentikan aktivitas pertambangan ilegal dan menindak tegas para pelakunya, termasuk jaringan yang terlibat di dalamnya.
Galian C Ilegal di Lombok Timur
Kasus ketiga berfokus pada maraknya aktivitas galian C ilegal di Lombok Timur. Aktivitas ini telah menyebabkan perubahan lanskap yang signifikan, pencemaran sungai, dan peningkatan risiko bencana ekologis bagi masyarakat sekitar. Meskipun telah ada upaya penertiban, lemahnya pengawasan dan dugaan keterlibatan oknum tertentu membuat praktik ini masih terus berlangsung.
Dampak dari galian C ilegal di Lombok Timur sangat luas dan serius. Selain merusak lingkungan, aktivitas ini juga mengancam keselamatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Walhi NTB menekankan perlunya pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang tegas untuk menghentikan praktik ini.
Mereka juga meminta adanya reformasi kebijakan pengelolaan sumber daya alam agar praktik perusakan lingkungan seperti ini dapat dicegah di masa depan.
Walhi NTB menyampaikan laporan ini bersama 17 pengurus Walhi dari berbagai wilayah di Indonesia. Terhimpun 47 kasus dugaan kejahatan lingkungan hidup dan potensi korupsi yang juga dilaporkan kepada Jaksa Agung RI. Langkah ini merupakan bagian dari upaya mendesak penegakan hukum yang lebih tegas terhadap praktik perusakan lingkungan yang sistematis dan melibatkan berbagai kepentingan.
Walhi NTB mendesak Jaksa Agung RI untuk menindaklanjuti laporan ini secara serius dan memastikan keadilan bagi warga yang terdampak. Selain itu, mereka juga menyerukan reformasi kebijakan yang lebih ketat dalam pengelolaan sumber daya alam untuk mencegah keberlanjutan praktik perusakan lingkungan di Indonesia, khususnya di NTB.