20,9% Anak di Indonesia Tanpa Sosok Ayah: Dampak dan Solusi
Data BKKBN menunjukkan 20,9% anak di Indonesia kehilangan sosok ayah, berdampak pada perkembangan emosi, sosial, dan akademik; pemerintah mendorong peran ayah melalui program Gerakan Ayah Teladan (GATE).

Angka mengejutkan datang dari BKKBN: 20,9% anak di Indonesia tumbuh tanpa sosok ayah. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji, menyoroti permasalahan ini dan menekankan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak.
Pernyataan ini disampaikan Wihaji dalam webinar nasional Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jumat lalu. Ia mengungkapkan keprihatinan atas kurangnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan, seringkali hanya fokus pada aspek ekonomi keluarga. Wihaji menekankan pentingnya sentuhan psikologis dari ayah, dan mengingatkan bahwa kekerasan terhadap anak bukanlah kesalahan si anak.
Kurangnya kehadiran sosok ayah, menurut Wihaji, disebabkan berbagai faktor seperti perceraian, kematian orang tua, atau pekerjaan ayah yang jauh dari rumah. Kondisi ini, katanya, berdampak serius pada perkembangan anak. Dampaknya antara lain gangguan emosi dan sosial, peningkatan risiko penyalahgunaan narkoba, prestasi akademik yang rendah, kenakalan remaja, hingga kaburnya karakter maskulin pada anak laki-laki, termasuk hilangnya potensi kepemimpinan.
Wihaji memaparkan, untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA)/BKKBN meluncurkan lima program 'quick win' sebagai bagian dari arahan Presiden dan Wakil Presiden. Salah satu program unggulan adalah Gerakan Ayah Teladan (GATE), yang bertujuan meningkatkan peran ayah dalam pengasuhan anak.
GATE diharapkan mampu menjadi solusi atas permasalahan minimnya interaksi berkualitas antara ayah dan anak. Wihaji menyayangkan banyak keluarga yang lebih banyak berinteraksi dengan media sosial daripada berkomunikasi langsung dengan anggota keluarga. Ia mencontohkan pemandangan ayah dan anak yang bertemu, tetapi masing-masing sibuk dengan ponsel mereka.
Ia menambahkan, ketidakhadiran sosok ayah dalam pengasuhan dapat menciptakan generasi yang lemah dan manja, sering disebut sebagai generasi 'stroberi'. Sebagian besar beban pengasuhan (80%) terletak pada ibu. Oleh karena itu, Wihaji mendorong para ayah untuk meluangkan waktu berkualitas berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka.
Kesimpulannya, masalah kurangnya peran ayah dalam keluarga merupakan isu serius yang perlu ditangani. Program GATE dan inisiatif lain dari pemerintah diharapkan dapat mendorong peningkatan peran ayah dan menciptakan lingkungan keluarga yang lebih sehat serta mendukung tumbuh kembang anak secara optimal. Hal ini penting untuk membangun generasi masa depan Indonesia yang kuat, baik secara akademik maupun karakter.