518 Calon PMI NTB Tertahan, APJATI Minta Bantuan Pemda
APJATI NTB meminta pemerintah daerah membantu keberangkatan 518 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ke Malaysia yang terhambat karena kebijakan buka-tutup penerimaan pekerja asing oleh pemerintah Malaysia.

518 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) asal Nusa Tenggara Barat (NTB) terkendala keberangkatannya ke Malaysia. Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) NTB pun angkat bicara, meminta pemerintah daerah setempat segera mencari solusi. Permasalahan ini mencuat dalam pertemuan APJATI dengan Komisi V DPRD NTB di Mataram, Jumat, 24 Januari 2024.
Ketua APJATI NTB, Edy Sofyan, menjelaskan bahwa ratusan CPMI tersebut terhambat sejak 31 Mei 2024 akibat kebijakan buka-tutup penerimaan pekerja asing yang diterapkan pemerintah Malaysia. Ini merupakan kejadian pertama dalam 40 tahun terakhir, menurut Edy. Sistem ini dinilai sangat merugikan, karena dokumen CPMI sudah lengkap namun keberangkatannya terhambat.
Edy Sofyan menekankan dampak negatif kebijakan ini tidak hanya dirasakan CPMI, tetapi juga perusahaan penempatan di Indonesia dan perusahaan penerima di Malaysia, seperti FGV Plantation. FGV menjadi korban kebijakan pemerintah Malaysia ini. Proses yang rumit dan waktu yang terbuang sia-sia sangat merugikan semua pihak.
Untuk mengatasi masalah ini, APJATI NTB mengusulkan beberapa solusi. Pertama, percepatan dan penyederhanaan proses pembuatan dokumen CPMI dengan sistem online. Kedua, perbaikan sistem pengiriman PMI baik di Indonesia maupun Malaysia untuk menghindari kejadian serupa. Ketiga, permohonan kepada FGV untuk melobi pemerintah Malaysia agar menghapus data ke-518 CPMI tersebut dari sistem. Keberadaan data tersebut di sistem Malaysia membuat penerbitan visa terhambat.
Sebagai upaya lain, APJATI NTB akan meminta surat rekomendasi dari DPRD NTB untuk diberikan kepada FGV. Rekomendasi ini diharapkan dapat mempermudah proses keberangkatan CPMI. Sebagai langkah terakhir, Edy Sofyan bahkan menyebutkan kemungkinan penghentian pengiriman TKI ke Malaysia oleh Pemda NTB jika masalah ini tak kunjung terselesaikan, seperti yang pernah terjadi di Yogyakarta.
Anggota Komisi V DPRD NTB, Didik Sumardi, menyatakan akan berupaya mencari solusi bersama pemerintah daerah dan perusahaan penyalur. Pihaknya akan menindaklanjuti permasalahan ini ke tingkat kementerian untuk mempercepat proses keberangkatan CPMI ke Malaysia, meskipun itu merupakan urusan pemerintah Malaysia.
Permasalahan ini menyoroti pentingnya koordinasi dan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Malaysia dalam mengatur pengiriman pekerja migran. Sistem yang lebih transparan dan efisien sangat diperlukan untuk melindungi hak-hak CPMI dan menghindari kerugian bagi semua pihak yang terlibat.