Abolisi Tom Lembong: Pakar UMY Ungkap Sikap Negarawan Presiden Prabowo Demi Rekonsiliasi Bangsa
Keputusan Presiden Prabowo memberikan abolisi kepada Tom Lembong dinilai pakar UMY sebagai wujud kenegarawanan dan upaya rekonsiliasi politik pasca-pemilu.

Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, telah menjadi topik hangat di kancah politik nasional. Langkah ini secara luas diinterpretasikan sebagai wujud nyata dari upaya rekonsiliasi politik pasca-pemilu yang sangat dibutuhkan. Pemberian abolisi ini mengindikasikan komitmen serius pemerintah untuk merajut kembali benang-benang kebangsaan yang sempat terpecah belah akibat kontestasi politik.
Prof. Iwan Satriawan, seorang pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), memberikan pandangannya terkait kebijakan ini. Ia menyatakan bahwa keputusan tersebut tidak hanya sah secara prosedural karena telah disetujui DPR, tetapi juga memiliki dimensi non-formal yang mendalam. Iwan meyakini adanya proses komunikasi dan konsensus di balik layar yang memastikan dukungan dari seluruh fraksi di parlemen.
Lebih lanjut, Iwan Satriawan menegaskan bahwa tindakan ini mencerminkan sikap kenegarawanan yang tinggi dari Presiden Prabowo. Menurutnya, tujuan utama dari abolisi ini adalah untuk memperkuat dan memperluas basis dukungan politik Presiden. Ini merupakan langkah strategis yang berorientasi pada kepentingan bangsa dalam jangka panjang, melampaui kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
Abolisi sebagai Pilar Rekonsiliasi dan Kenegarawanan
Dalam analisisnya, Prof. Iwan Satriawan menekankan bahwa pemberian abolisi kepada Tom Lembong adalah bagian integral dari upaya rekonsiliasi politik. Langkah ini sangat krusial mengingat polarisasi yang sempat terjadi pasca-Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Presiden Prabowo, melalui kebijakan ini, dinilai berhasil mengimplementasikan prinsip adagium hukum yang mengutamakan keadilan dan persatuan di atas segalanya.
Iwan mengutip prinsip "lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah" sebagai landasan filosofis. Ia melihat bahwa Presiden berupaya mewujudkan rekonsiliasi yang menjadi cita-cita bersama seluruh elemen bangsa. Ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin negara harus mampu berpikir jauh ke depan, demi keutuhan dan kemajuan bangsa, bukan hanya untuk kepentingan sesaat atau kelompok tertentu.
Menurut Iwan, setiap keputusan presiden, termasuk pemberian abolisi, harus proporsional dan sesuai dengan kebutuhan riil negara. Langkah ini merupakan upaya konkret untuk membangun kembali kohesi sosial dan politik yang mungkin terkikis. Tujuannya adalah memastikan stabilitas dan kemajuan negara dapat terus berlanjut tanpa terhambat oleh friksi politik masa lalu.
Sikap kenegarawanan Presiden Prabowo, sebagaimana diungkapkan Iwan, adalah kunci dalam menghadapi tantangan pasca-pemilu. Dengan memprioritaskan persatuan dan rekonsiliasi, Presiden menunjukkan komitmennya terhadap masa depan bangsa. Ini adalah bentuk kepemimpinan yang berani dan visioner, yang berani mengambil keputusan sulit demi kepentingan yang lebih besar.
Mekanisme dan Dampak Hukum Pemberian Abolisi
Secara prosedural, persetujuan terhadap permohonan abolisi ini telah melalui mekanisme yang sah di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, secara resmi mengonfirmasi bahwa lembaga legislatif telah mempertimbangkan dan menyetujui Surat Presiden Nomor R.43/PRES/07/2025 tertanggal 30 Juli 2025. Surat tersebut secara spesifik berisi permintaan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama Tom Lembong.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menjelaskan lebih lanjut mengenai inisiatif di balik pemberian abolisi ini. Ia mengungkapkan bahwa usulan tersebut berasal dari dirinya sendiri sebagai Menteri Hukum. Supratman secara langsung menandatangani surat permohonan yang diajukan kepada Presiden Prabowo. Hal ini menegaskan adanya koordinasi yang erat dan sinergi antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam mengambil keputusan penting yang berdampak luas.
Implikasi hukum dari diterbitkannya abolisi ini sangat signifikan. Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa dengan adanya abolisi, seluruh proses hukum yang sedang berjalan terhadap Tom Lembong akan secara otomatis dihentikan. Penghentian ini akan berlaku penuh setelah Presiden secara resmi menerbitkan keputusan presiden sebagai tindak lanjut dari persetujuan DPR. Tom Lembong sebelumnya diketahui divonis pidana 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula yang terjadi pada tahun 2015-2016.
Pemberian abolisi ini, oleh karena itu, secara efektif mengakhiri perjalanan hukum Tom Lembong terkait kasus tersebut. Ini menjadi preseden penting dalam konteks hukum dan politik Indonesia, menunjukkan bagaimana kebijakan eksekutif dapat memengaruhi proses yudisial demi tujuan rekonsiliasi dan stabilitas nasional.