Aceh Timur Kehilangan 1.096 Hektare Hutan pada 2024: Ancaman bagi Satwa Langka
Kabupaten Aceh Timur mengalami kehilangan tutupan hutan seluas 1.096 hektare pada tahun 2024, menempati posisi kedua setelah Aceh Selatan, dan menimbulkan kekhawatiran terhadap kelestarian satwa langka di Kawasan Ekosistem Leuser.

Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) melaporkan Kabupaten Aceh Timur telah kehilangan 1.096 hektare tutupan hutan sepanjang tahun 2024. Data ini didapat melalui pemantauan menggunakan citra satelit sejak 2015, diperkuat data Global Forest Watch (GFW), dan diverifikasi lapangan menggunakan drone serta citra satelit resolusi tinggi. Kehilangan ini menempatkan Aceh Timur di posisi kedua setelah Aceh Selatan yang kehilangan 1.357 hektare.
Secara keseluruhan, Provinsi Aceh mengalami kehilangan tutupan hutan mencapai 10.610 hektare pada 2024, meningkat 19 persen (1.705 hektare) dibandingkan tahun 2023. Meskipun demikian, total tutupan hutan Aceh masih tersisa 2.936.525 hektare. Manager GIS Yayasan HAkA, Lukmanul Hakim, mengungkapkan keprihatinannya atas tren ini, terutama dampaknya terhadap keanekaragaman hayati.
Kehilangan hutan signifikan juga terjadi di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), habitat penting bagi satwa-satwa langka seperti orangutan Sumatra, badak Sumatra, gajah Sumatra, dan harimau Sumatra. Di KEL, kehilangan tutupan hutan meningkat 17,41 persen (845 hektare) pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara Suaka Margasatwa Rawa Singkil mengalami kehilangan 2.181 hektare dalam periode 2020-2024.
Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati di Aceh
Lukmanul Hakim menyatakan keprihatinannya atas hilangnya tutupan hutan di KEL, yang disebutnya sebagai tempat terakhir di dunia di mana satwa-satwa kunci Sumatra hidup berdampingan di alam liar. "Kami menyayangkan kehilangan tutupan hutan di kawasan tersebut, mengingat KEL merupakan tempat terakhir di dunia di mana satwa kunci sumatra seperti orang utan, harimau, badak, dan gajah hidup berdampingan di alam liar," ujarnya.
Ia menekankan pentingnya antisipasi peningkatan kehilangan tutupan hutan di Aceh, khususnya di KEL dan TNGL. Kehilangan ini menunjukkan tekanan serius terhadap kawasan konservasi dan ekosistem bernilai ekologis tinggi. Kondisi ini memerlukan langkah-langkah yang lebih efektif.
Data yang diperoleh HAkA menunjukkan tren penurunan tutupan hutan di Aceh. Meskipun terjadi penurunan setiap tahun, angka kehilangan hutan di tahun 2024 tetap mengkhawatirkan. Hal ini menandakan perlunya upaya lebih intensif dalam menjaga kelestarian hutan di Aceh.
Upaya Mitigasi dan Penegakan Hukum
Lukmanul Hakim mendesak perlunya langkah-langkah mitigasi dan penegakan hukum yang lebih ketat untuk melindungi kawasan hutan, terutama di Suaka Margasatwa Rawa Singkil dan TNGL. Kawasan-kawasan ini memiliki fungsi ekologis yang sangat penting dan perlu dilindungi dari kerusakan lebih lanjut.
Pemantauan berkelanjutan menggunakan teknologi seperti citra satelit dan drone, serta verifikasi lapangan, sangat penting untuk memantau perkembangan dan mengambil tindakan yang tepat. Kerja sama antar lembaga dan masyarakat juga krusial dalam upaya konservasi hutan di Aceh.
Lebih lanjut, edukasi dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian hutan perlu ditingkatkan. Partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan akan sangat membantu upaya konservasi jangka panjang.
Kehilangan hutan di Aceh Timur dan wilayah lainnya di Aceh merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian dan tindakan segera dari berbagai pihak. Upaya kolaboratif dan komprehensif sangat penting untuk mencegah kerusakan hutan lebih lanjut dan melindungi keanekaragaman hayati di Aceh.