Afsel Kecam Propaganda AS Soal UU Tanah dan Gugatan Genosida
Afrika Selatan mengecam keras kampanye misinformasi AS terkait UU tanah baru dan gugatan genosida terhadap Israel, menyebutnya sebagai propaganda yang menyesatkan dan mengecam pemutusan bantuan AS.
![Afsel Kecam Propaganda AS Soal UU Tanah dan Gugatan Genosida](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/09/010024.126-afsel-kecam-propaganda-as-soal-uu-tanah-dan-gugatan-genosida-1.jpg)
Afrika Selatan (Afsel) geram atas apa yang disebutnya sebagai 'propaganda' dan 'misinformasi' dari Amerika Serikat (AS) menyusul pembekuan bantuan AS ke negara tersebut. Presiden AS Donald Trump membekukan bantuan tersebut setelah Afsel mengesahkan undang-undang baru tentang perampasan tanah dan mengajukan gugatan terhadap Israel atas dugaan genosida. Pernyataan keras ini muncul setelah keputusan kontroversial Trump yang berdampak signifikan pada hubungan bilateral kedua negara.
Tuduhan Propaganda dan Misinformasi
Kementerian Luar Negeri Afsel menyatakan keprihatinan mendalam atas kampanye misinformasi yang menurut mereka bertujuan untuk menciptakan citra keliru tentang negara tersebut. Mereka mengecam keras narasi negatif yang didukung oleh pembuat kebijakan AS. Pernyataan ini merupakan respons langsung terhadap komentar Trump yang menuduh Afsel melanggar hak asasi manusia dan melemahkan kebijakan luar negeri AS.
Trump menuding gugatan genosida Afsel terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ) dan hubungan dekat Pretoria dengan Iran sebagai alasan pemutusan bantuan. Afsel membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa satu-satunya bantuan yang diterima dari AS adalah untuk program pencegahan HIV/AIDS.
Keputusan Eksekutif Trump dan Status Pengungsi
Perintah eksekutif Trump juga mencakup pemberian status pengungsi kepada warga Afrikaner, kelompok etnis keturunan Belanda di Afsel, dengan alasan diskriminasi berbasis ras. Afsel menganggap hal ini ironis, karena kelompok Afrikaner termasuk yang paling beruntung secara ekonomi di negara tersebut, sementara AS menolak suaka bagi banyak pengungsi lain yang menghadapi kesulitan nyata.
Langkah Trump ini bertolak belakang dengan kebijakan imigrasi AS yang semakin ketat, yang ditandai dengan deportasi ratusan migran tidak berdokumen dan pengetatan pengawasan perbatasan. Afsel menekankan komitmennya untuk menyelesaikan perselisihan melalui jalur diplomasi.
UU Tanah dan Ketimpangan Historis
Afsel juga mempertanyakan akurasi perintah eksekutif AS, yang dianggap mengabaikan sejarah kolonialisme dan apartheid yang panjang dan menyakitkan di negara tersebut. Undang-undang perampasan tanah baru bertujuan untuk mengatasi ketidakadilan masa apartheid, memungkinkan pengambilalihan lahan tanpa kompensasi dalam kondisi yang dianggap adil dan demi kepentingan publik.
Kepemilikan lahan merupakan isu sensitif di Afsel, dengan sebagian besar sumber daya alam masih dikuasai oleh segelintir orang kulit putih. Kebijakan rasial apartheid secara paksa mengusir penduduk kulit hitam dari tanah mereka. Meskipun apartheid telah berakhir, mayoritas lahan pertanian masih dimiliki oleh orang kulit putih, terutama keturunan Afrikaner.
Presiden Afsel Cyril Ramaphosa berharap undang-undang ini dapat mengurangi ketimpangan kepemilikan tanah yang berakar dari kolonialisme dan segregasi rasial. UU ini menjadi fokus utama kontroversi dan menjadi salah satu alasan utama di balik pembekuan bantuan AS.
Gugatan Genosida terhadap Israel
Afsel adalah negara pertama yang membawa Israel ke ICJ atas dugaan genosida di Gaza. Konflik tersebut berakhir dengan gencatan senjata antara Israel dan Hamas setelah lebih dari 46.000 orang tewas di Gaza akibat serangan udara Israel sejak Oktober 2023. Gugatan ini juga menjadi poin penting dalam perselisihan antara Afsel dan AS.
Kesimpulan
Perselisihan antara Afsel dan AS mencerminkan perbedaan pandangan yang mendalam mengenai isu keadilan sosial, hak asasi manusia, dan kebijakan luar negeri. Afsel menegaskan kembali komitmennya pada penyelesaian damai, namun juga menekankan pentingnya pemahaman yang akurat dan konteks historis yang tepat dalam menilai kebijakan domestiknya.