Agresivitas Investasi China di Industri Baterai RI: Imbas Perang Dagang AS-China
Perang dagang AS-China mendorong China meningkatkan investasi di industri baterai kendaraan listrik Indonesia untuk menghindari tarif tinggi impor ke AS, memanfaatkan potensi nikel Indonesia.

Jakarta, 17 Februari 2024 - Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC), Toto Nugroho, mengungkapkan peningkatan signifikan investasi China di sektor baterai kendaraan listrik (EV) Indonesia sebagai dampak langsung perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XII di Jakarta, Toto menyatakan, "Sekarang China sangat agresif untuk bisa masuk ke Indonesia." Agresivitas ini, jelasnya, merupakan strategi untuk menghindari tarif impor baterai yang tinggi ke AS.
Tarif Impor dan Strategi Investasi China
Toto menjelaskan bahwa AS memberlakukan tarif hampir 40 persen untuk baterai impor dari China. Sebagai alternatif, China melirik Indonesia yang menawarkan tarif impor yang jauh lebih rendah, diperkirakan sekitar 10 persen. Hal ini membuat Indonesia menjadi lokasi produksi yang strategis, tidak hanya untuk pasar domestik, tetapi juga untuk ekspor ke AS.
"Jadi contohnya, kalau dari China, itu tarifnya ke Amerika Serikat hampir 40 persen untuk baterainya, tapi kalau di Indonesia, kemungkinan hanya 10 persen," ungkap Toto. Keunggulan ini menjadikan Indonesia sebagai basis produksi baterai yang menarik bagi investor China.
Potensi Nikel Indonesia dan Dukungan Regulasi
Toto menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam meningkatkan iklim investasi untuk hilirisasi bahan baku baterai, khususnya nikel. Indonesia memiliki sumber daya nikel yang melimpah. Namun, Toto menyoroti fakta bahwa sebagian besar kendaraan listrik (sekitar 90 persen dari 40.000 unit yang terjual pada 2024) masih menggunakan baterai berbasis litium, bukan nikel.
Ia menambahkan, "Kami harus minta dukungan juga bagaimana secara regulasi, kami bisa memberikan prioritas untuk baterai-baterai yang sifatnya dari nikel, yang di Indonesia memiliki sumber dayanya langsung." Dukungan regulasi ini dinilai krusial untuk mendorong pengembangan baterai EV berbasis nikel di Indonesia.
Perang Dagang AS-China: Latar Belakang Investasi
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif tambahan terhadap barang impor dari China, Kanada, dan Meksiko. Tarif 10 persen dikenakan pada barang-barang dari China, di luar tarif yang sudah ada sebelumnya. Langkah ini juga mencabut aturan de minimis yang sebelumnya membebaskan barang senilai kurang dari 800 dolar AS dari bea masuk.
Bai Ming, wakil direktur International Institute for Marketing Research Kementerian Perdagangan China, menyebut tindakan ini sebagai babak baru perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia. Ia menilai balasan China telah tepat sasaran, menargetkan sektor-sektor penting di AS sambil meminimalkan dampak negatif perang dagang.
Kesimpulan
Perang dagang AS-China telah menciptakan peluang dan tantangan bagi Indonesia. Investasi China yang agresif di sektor baterai EV merupakan konsekuensi langsung dari kebijakan proteksionis AS. Pemerintah Indonesia perlu memanfaatkan momentum ini dengan meningkatkan iklim investasi dan memberikan dukungan regulasi yang tepat untuk mengembangkan industri baterai EV berbasis nikel, guna memastikan Indonesia dapat mengambil manfaat maksimal dari situasi global ini. Keberhasilan ini bergantung pada kemampuan Indonesia untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi investasi dan inovasi di sektor ini.