Akui Emosi: Kunci Awal Memaafkan dan Raih Kedamaian Mental di Lebaran
Psikolog Meriyati mengungkapkan bahwa mengakui emosi, memahami perspektif orang lain, dan menyadari manfaatnya bagi diri sendiri merupakan kunci untuk memaafkan, terutama menjelang Lebaran.

Jakarta, 30 Maret 2025 - Menjelang Lebaran 2025 atau Idul Fitri 1446 Hijriah, memaafkan orang lain menjadi hal penting. Namun, proses ini tak selalu mudah. Psikolog Meriyati, M.Psi, memberikan pandangan baru: mengakui dan menerima emosi sebagai langkah awal untuk mencapai pemaafan. Ia menekankan pentingnya memahami bahwa memaafkan bukan hanya tindakan sosial, tetapi juga investasi bagi kesehatan mental dan fisik.
Meriyati menjelaskan, "Izinkan diri untuk merasakan emosi marah, kecewa atau sakit hati yang dirasakan. Jangan menyangkal atau menekan emosi tersebut." Merujuk studi, ia menambahkan bahwa menyimpan amarah justru memicu pelepasan hormon stres seperti kortisol, yang berisiko meningkatkan tekanan darah tinggi dan gangguan kecemasan. Memaafkan, karenanya, menjadi jalan keluar yang direkomendasikan untuk menjaga kesehatan.
Proses memaafkan, meskipun terdengar sederhana, membutuhkan langkah-langkah konkret. Bukan sekadar melupakan kesalahan, tetapi lebih kepada pembebasan diri dari beban emosional yang menguras energi. "Memaafkan bukan berarti setuju atau membiarkan pelaku lepas dari tanggung jawab, tetapi membebaskan diri dari beban emosional yang menguras energi," tegas Meriyati.
Memahami Perspektif dan Melatih Empati
Langkah selanjutnya yang disarankan Meriyati adalah memahami alasan di balik tindakan orang lain. Bukan untuk membenarkan kesalahan, tetapi untuk melihat situasi dari perspektif yang lebih luas. "Memahami hal tersebut dapat membantu Anda melihat situasi dengan perspektif lebih luas dan mungkin merasa lebih empati terhadap orang tersebut," ujarnya. Hal ini membantu mengurangi rasa amarah dan dendam yang menghambat proses pemaafan.
Meriyati juga menyarankan untuk melatih empati dengan bertanya pada diri sendiri, 'Jika saya berada di posisi mereka, apakah saya juga dapat melakukan kesalahan yang sama?' Pertanyaan ini mendorong pemahaman dan penerimaan atas kesalahan manusia, yang pada akhirnya mempermudah proses pemaafan.
Selain itu, menulis jurnal, berdiskusi dengan orang terpercaya, atau bermeditasi juga dapat membantu meredakan emosi negatif dan memfasilitasi proses memaafkan. Aktivitas ini membantu memproses emosi secara sehat dan konstruktif.
Manfaat Memaafkan untuk Kesehatan Mental dan Fisik
Meriyati menekankan manfaat memaafkan bagi kesehatan mental dan fisik. Studi menunjukkan bahwa memaafkan dapat mengurangi stres, meningkatkan kesehatan jantung, dan meningkatkan kesejahteraan emosional secara keseluruhan. Dengan kata lain, memaafkan bukan hanya baik untuk hubungan sosial, tetapi juga untuk kesehatan diri sendiri.
Dengan mengurangi beban emosional negatif, tubuh dapat berfungsi lebih optimal. Hal ini berdampak positif pada berbagai aspek kesehatan, mulai dari penurunan risiko penyakit jantung hingga peningkatan kualitas tidur. Memaafkan, dalam konteks ini, menjadi tindakan preventif dan promotif kesehatan yang penting.
Proses memaafkan memang tidak mudah, tetapi dengan langkah-langkah yang tepat, seperti mengakui emosi, memahami perspektif orang lain, dan menyadari manfaatnya bagi diri sendiri, pemaafan dapat dicapai. Ini merupakan investasi jangka panjang untuk kesehatan mental dan fisik, serta untuk menciptakan hubungan yang lebih harmonis, terutama menjelang hari raya Idul Fitri.
Meskipun sulit, memaafkan dapat dilatih dengan menerima emosi yang dirasakan, mengelola emosi dengan baik, memahami perspektif orang lain dan menyadari bahwa tindakan ini lebih banyak menguntungkan diri sendiri. Dengan demikian, Lebaran 2025 dapat dirayakan dengan hati yang lebih tenang dan damai.