Akulturasi Budaya: Piodalan di Pasar Cokroaminoto Diiringi Barongsai
Piodalan di Pasar Cokroaminoto, Denpasar, dimeriahkan dengan pementasan barongsai, menunjukkan harmoni budaya Hindu dan Tionghoa yang telah berlangsung turun-temurun.

Warga Pasar Cokroaminoto Denpasar menggelar upacara keagamaan unik. Piodalan, upacara keagamaan Hindu, dirayakan dengan penampilan barongsai, sebuah tradisi Tionghoa. Upacara yang berlangsung pada 28 Januari ini merupakan perwujudan akulturasi budaya yang telah berlangsung lama di pasar tersebut.
Nyoman Swastika, Kepala Bagian Umum Perumda Pasar Sewaka Dharma, menjelaskan hubungan harmonis antara umat Hindu, Buddha, dan etnis Tionghoa di Pasar Cokroaminoto telah terjalin sejak lama. Piodalan di Pura Melanting, yang terletak di pasar tersebut, merupakan ritual penting. Pura ini dianggap sebagai simbol sejarah Hindu dan Buddha, dan adanya kongco di sana menunjukkan percampuran budaya yang kaya. Upacara ini bertujuan memohon keselamatan bagi para pedagang dan karyawan pasar.
Selain keberadaan Pura Melanting, sejarah Pasar Cokroaminoto sendiri turut membentuk akulturasi budaya yang unik. Pasar ini dulunya terletak di atas lahan pemakaman etnis Tionghoa, yang kemudian dipindahkan oleh pemerintah kota. Hal ini menciptakan perpaduan budaya yang menarik dan unik.
Piodalan yang jatuh pada Tilem Sasih Kapitu, berdekatan dengan Tahun Baru Imlek. Oleh karena itu, kolaborasi dengan pementasan barongsai bukan hanya bagian dari perayaan keagamaan, tetapi juga sebagai bentuk ritual menyambut Tahun Baru Imlek, yang semakin memperkuat jalinan budaya di pasar ini.
Anak Agung Sagung Utami, Kepala Humas Griya Kongco Dwipayana Tanah Kilap, menambahkan bahwa timnya yang berjumlah 22 orang turut berpartisipasi dalam piodalan ini. Sebelum pertunjukan barongsai dimulai, mereka ikut bersembahyang di Pura Melanting karena di pura tersebut juga terdapat kongco, tempat pemujaan Buddha.
Mereka menampilkan dua barongsai dan satu naga, serta atraksi wushu. Menurut Gung Sri (panggilan Anak Agung Sagung Utami), penampilan barongsai di piodalan ini memiliki gerakan khusus yang menyerupai penghormatan kepada simbol Tuhan. Setiap tahun, mereka juga menambahkan atribut yang merepresentasikan shio tahun tersebut; tahun ini, shio ular kayu.
Setelah persembahyangan, umat Hindu menarikan beberapa tarian sakral dan tarian Tionghoa. Selanjutnya, penampilan barongsai dengan iringan musik yang meriah menghibur warga pasar selama hampir satu jam. Anak-anak terlihat sangat antusias menyaksikan pertunjukan tersebut.
Gung Sri berharap akulturasi budaya yang terjalin di Pasar Cokroaminoto akan terus berlanjut. Antusiasme warga yang tinggi dalam menyaksikan perpaduan dua tradisi ini setiap tahunnya menjadi bukti nyata harmoni tersebut.