Aptrindo dan Asdeki Minta Pemerintah Tinjau Ulang Larangan Operasional Truk Lebaran 2025
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) dan Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) meminta pemerintah mengkaji ulang larangan operasional truk selama libur Lebaran 2025 yang dinilai merugikan perekonomian.

Jakarta, 18 Maret 2024 (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) bersama Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) mendesak pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan pelarangan operasional truk dengan sumbu tiga selama periode Lebaran, yang berlangsung dari tanggal 24 Maret hingga 8 April 2025. Kebijakan ini dinilai berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional.
Ketua Umum Aptrindo, Gemilang Tarigan, menyatakan keprihatinannya terkait dampak kebijakan tersebut. Ia menjelaskan bahwa masa libur Lebaran yang panjang, mencapai 15 hari, akan menimbulkan kerugian besar bagi berbagai pihak, mulai dari pengusaha truk dan kontainer, para sopir dan kernet, hingga buruh pelabuhan. Pernyataan ini disampaikannya dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa.
Perbandingan dengan tahun 2024 menjadi sorotan. Gemilang menjelaskan bahwa masa libur Lebaran tahun lalu hanya berlangsung selama 10 hari. Meskipun prediksi jumlah pemudik tahun ini turun 24,6 persen dibandingkan tahun lalu, ia berpendapat bahwa masa libur seharusnya lebih singkat, mengingat dampak ekonomi yang signifikan.
Dampak Ekonomi yang Mengancam
Gemilang Tarigan mengungkapkan bahwa penghentian operasional truk selama periode libur Lebaran akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi sektor angkutan barang. Tidak adanya aktivitas pengangkutan kontainer dari dan ke depo akan membuat pengusaha truk menderita kerugian. Ia memperkirakan total kerugian mencapai angka yang fantastis, yaitu antara Rp1 triliun hingga Rp5 triliun.
Lebih lanjut, Gemilang menjelaskan bahwa meskipun pihaknya telah menyampaikan usulan terkait durasi libur Lebaran dalam rapat online, namun usulan tersebut tidak mendapat respons dari pemerintah. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak terhadap perekonomian nasional di tengah perayaan Idul Fitri.
"Kami mengerti pentingnya perayaan Idul Fitri, tetapi ini menyangkut kepentingan yang lebih besar, yaitu perekonomian bangsa," tegas Gemilang.
Asdeki: Pelabuhan Sepi dan Ancaman Demorage
Ketua Asdeki, Mustafa Kamal, turut menyoroti dampak kebijakan tersebut terhadap aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok. Ia memprediksi bahwa kapal-kapal asing yang datang ke pelabuhan akan kembali ke negara asal tanpa mengangkut kontainer. Hal ini akan berdampak pada ketersediaan bahan baku industri, berujung pada terhentinya produksi dan pengangguran bagi para buruh pelabuhan.
Mustafa Kamal memberikan data yang cukup mengejutkan. Ia menyebutkan bahwa terdapat 53 perusahaan yang aktif di bisnis kontainer di Jakarta. Setiap perusahaan rata-rata menangani 7.000 hingga 8.000 kontainer setiap bulannya. Dengan demikian, kebijakan pelarangan operasional truk diperkirakan akan menghambat sekitar 300.000 pengangkutan kontainer.
Selain itu, penumpukan kontainer di pelabuhan akibat kebijakan ini akan meningkatkan biaya penanganan di pelabuhan. Belum lagi biaya demorage atau biaya sewa kontainer yang mencapai 20 dolar AS per feet per hari, dengan biaya progresif yang semakin memberatkan.
Penumpukan kontainer dan biaya demorage yang tinggi akan memberikan beban tambahan bagi para pelaku usaha, semakin memperparah dampak ekonomi negatif dari kebijakan pelarangan operasional truk selama Lebaran.
Aptrindo dan Asdeki berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang dapat menyeimbangkan antara perayaan Idul Fitri dan kelancaran kegiatan ekonomi nasional.