ARuPA Libatkan 450 Petani Tulungagung dalam Restorasi Hutan
Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA) memulai program restorasi hutan di Tulungagung, melibatkan 450 petani untuk memulihkan 233,4 hektare lahan kritis dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA) memulai program ambisius: restorasi hutan di Desa Besole, Tulungagung. Program yang diluncurkan pada 22 Januari ini melibatkan 450 petani lokal dan menargetkan pemulihan 233,4 hektare lahan kritis. Inisiatif ini dijalankan berkolaborasi dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) Agro Makmur Lestari, dan didanai oleh The Asia Foundation melalui Program SETAPAK 4.
Tujuan utama program ini bukan hanya mengembalikan kesehatan ekosistem hutan, tetapi juga meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Direktur Eksekutif ARuPA, Edi Suprapto, menjelaskan bahwa pola pertanian setempat yang bergantung pada tanaman semusim seperti jagung telah memperburuk kondisi lahan. Oleh karena itu, ARuPA menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan.
Program restorasi ini dirancang secara terpadu. Kegiatan inti meliputi pembuatan persemaian semi permanen, penanaman 56.250 bibit pohon kayu, kopi, dan tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Species). Yang menarik, program ini juga memprioritaskan pemberdayaan perempuan petani melalui demplot tanaman sayur dan pelatihan. "Keterlibatan perempuan menjadi salah satu prioritas kami, baik melalui pelatihan maupun pengelolaan ekonomi berbasis hutan," tambah Edi Suprapto.
Sebelum program dimulai, ARuPA telah menyelenggarakan lokakarya sosialisasi yang dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Dirjen Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, dan pemerintah daerah Tulungagung. Hal ini menunjukkan komitmen kolaborasi yang kuat untuk keberhasilan program.
Lebih dari sekadar rehabilitasi ekologi, program ini juga bertujuan menyelesaikan konflik tenurial dan mendorong kesetaraan gender dalam pengelolaan hutan. Edi Suprapto menekankan pentingnya dampak sosial dan ekonomi berkelanjutan, khususnya bagi petani perempuan. "Kami ingin memastikan manfaat program ini tidak hanya ekologis, tetapi juga berdampak sosial dan ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat, termasuk petani perempuan," ujarnya.
Program yang diperkirakan berlangsung selama 18 bulan ini diharapkan menjadi contoh sukses restorasi hutan berbasis masyarakat. Suksesnya program ini tidak hanya akan bermanfaat bagi Tulungagung, namun juga dapat menjadi model bagi program serupa di seluruh Indonesia. Keberhasilan ini sangat bergantung pada dukungan dari berbagai pihak dan kolaborasi yang erat antara ARuPA, pemerintah, dan masyarakat setempat.
Dengan melibatkan petani secara langsung dan menekankan pemberdayaan perempuan, program restorasi hutan di Tulungagung ini menunjukkan pendekatan holistik yang mengintegrasikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Semoga program ini dapat menjadi contoh yang menginspirasi bagi upaya restorasi hutan lainnya di Indonesia.