Belasan Balita di Lombok Timur Meninggal Akibat Pneumonia dan TBC
Sebanyak 15 balita di Lombok Timur meninggal dunia pada tahun 2024 akibat pneumonia dan TBC, mengungkap rendahnya kesadaran masyarakat akan penyakit mematikan tersebut.

Mataram, 19 Februari 2024 - Sebuah kabar duka datang dari Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pemerintah Kabupaten Lombok Timur melaporkan angka kematian balita yang cukup mengkhawatirkan akibat pneumonia dan tuberkulosis (TBC) pada tahun 2024. Sebanyak 15 anak meninggal dunia, 12 di antaranya berusia di bawah satu tahun, dan satu anak berusia di bawah lima tahun. Kejadian ini menyoroti pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat akan pencegahan dan deteksi dini kedua penyakit tersebut.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit serta Kesehatan Lingkungan (P3KL) Dinas Kesehatan (Dinkes) Lombok Timur, Budiman Satriadi, mengungkapkan keprihatinannya atas angka kematian balita yang signifikan ini. "Sebanyak 15 anak meninggal dunia akibat pneumonia dan TBC pada 2024," ujarnya dalam keterangan resmi di Lombok Timur, Rabu. Beliau menekankan bahwa pneumonia, sebagai penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), sangat berbahaya, terutama bagi balita yang sistem imunnya masih rentan.
Selain pneumonia, dua kasus kematian balita juga disebabkan oleh TBC. Budiman menambahkan, "Kedua penyakit ini menjadi perhatian serius kami, karena dampaknya yang sangat fatal jika tidak ditangani dengan cepat." Meskipun angka kematian akibat pneumonia dan TBC di Lombok Timur masih tergolong rendah dibandingkan daerah lain, namun tingginya angka kematian balita tetap menjadi perhatian utama pemerintah daerah. Rendahnya angka penemuan kasus, yaitu 48 persen untuk pneumonia, 51 persen untuk TBC, dan 54 persen untuk diare, juga menjadi indikator perlunya peningkatan upaya deteksi dini.
Minimnya Kesadaran Masyarakat dan Pencegahan Penyakit
Budiman menjelaskan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian balita akibat pneumonia dan TBC. Salah satu faktor utama adalah minimnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kedua penyakit ini. TBC dan diare seringkali disebut sebagai silent disease karena gejalanya yang tidak selalu terlihat jelas. "Anak mungkin terlihat sehat, tetapi jika tidak ditangani dengan cepat, penyakit ini dapat berakibat fatal," tegas Budiman.
Untuk mencegah hal tersebut, Budiman mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala-gejala penyakit tersebut, seperti batuk berkepanjangan, sesak napas, demam, atau diare. Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain menjaga kebersihan lingkungan, menghindari paparan asap rokok, dan memastikan rumah memiliki ventilasi dan pencahayaan yang memadai. "Lingkungan rumah yang lembab, pengap, dan kurang cahaya, dapat meningkatkan risiko pneumonia dan TBC. Sementara itu makanan dan minuman yang tidak higienis dapat memicu diare," jelasnya.
Pemerintah daerah juga mendorong masyarakat untuk segera membawa anak ke fasilitas kesehatan (faskes) jika menunjukkan gejala-gejala tersebut. "Kenali gejala dan bahayanya. Jangan menunda-nunda untuk memeriksakan anak ke tenaga medis jika ada tanda-tanda penyakit tersebut," imbau Budiman. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan penanganan medis yang tepat dan cepat, sehingga dapat mencegah komplikasi yang lebih serius dan menyelamatkan nyawa balita.
Pemerintah Lombok Timur berkomitmen untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya pneumonia, TBC, dan diare. Upaya ini diharapkan dapat menekan angka kematian balita dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan serta penanganan dini penyakit-penyakit tersebut. Dengan meningkatkan kesadaran dan akses terhadap layanan kesehatan, diharapkan angka kematian balita akibat pneumonia dan TBC dapat ditekan secara signifikan di masa mendatang.