BNPB Soroti Keterbatasan Sumber Daya Daerah dalam Penanganan Bencana
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyoroti keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran di daerah sebagai kendala utama dalam mitigasi dan penanganan bencana alam di Indonesia, terutama bencana hidrometeorologi.

Jakarta, 18 Maret 2025 - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan tantangan besar dalam upaya mitigasi dan penanganan dampak bencana alam di Indonesia: keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan anggaran di pemerintah daerah. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Lukmansyah, dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta. Lebih dari 683 kejadian bencana alam telah melanda Indonesia pada periode Januari hingga awal Maret 2025, mengakibatkan kerugian signifikan.
Pemerintah pusat melalui BNPB telah menyiapkan alokasi dana siap pakai untuk mendukung penanggulangan bencana. Namun, bantuan ini hanya diberikan jika pemerintah daerah menetapkan status keadaan darurat bencana. Meskipun demikian, BNPB menilai bantuan tersebut belum cukup karena banyak daerah masih kekurangan personel terlatih, logistik, dan peralatan memadai. Lambatnya respons evakuasi dan pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana menjadi konsekuensinya.
Lukmansyah menekankan pentingnya peran pemerintah daerah sebagai garda terdepan dalam penanggulangan bencana. "Sumber daya personel, bantuan barang, peralatan, dan anggaran menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam penanganan darurat bencana agar bisa segera ditangani dengan cepat," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) 2025 di Bogor, Jawa Barat. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua daerah memiliki kesiapan yang optimal.
Keterbatasan Sumber Daya Penghambat Penanganan Bencana
Data BNPB mencatat sedikitnya 683 kejadian bencana alam dari Januari hingga awal Maret 2025, didominasi bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem. Bencana tersebut melanda 39 kabupaten/kota di 19 provinsi, mengakibatkan 43.252 orang mengungsi, tiga orang meninggal dunia, dan kerusakan lebih dari 10.300 unit rumah, infrastruktur jalan/jembatan, dan fasilitas pelayanan publik. Kondisi ini menunjukkan urgensi peningkatan kapasitas dan kapabilitas daerah dalam menghadapi bencana.
Lukmansyah menambahkan, "Setiap tahun, banyak wilayah di Indonesia mengalami bencana alam. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus memiliki kesiapan yang lebih baik dalam merespons kejadian di daerahnya." Pernyataan ini menggarisbawahi perlunya peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan di tingkat daerah untuk menghadapi potensi bencana yang terus terjadi.
BNPB menyadari bahwa keterbatasan anggaran dan SDM di daerah menjadi hambatan utama dalam penanganan bencana. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas dan kapabilitas daerah menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan untuk memastikan respons yang cepat dan efektif terhadap bencana.
Sinergi Pentaheliks: Solusi Kolaboratif
Menyikapi keterbatasan tersebut, BNPB mendorong sinergi dan kolaborasi pentaheliks: pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media massa. Kolaborasi ini diharapkan dapat dimulai sejak tahap awal respons bencana untuk optimalisasi sumber daya dan penanganan yang lebih efektif.
Direktur Dukungan Infrastruktur Darurat BNPB, Andria Yuferryzal, menjelaskan bahwa kepala daerah yang terdampak bencana direkomendasikan untuk melibatkan unsur pentaheliks dalam rapat koordinasi awal. "Langkah ini bertujuan untuk menentukan prioritas penanganan darurat serta mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan," kata Andria. Inisiatif ini menunjukkan komitmen BNPB untuk melibatkan berbagai pihak dalam upaya penanggulangan bencana.
BNPB meyakini bahwa organisasi non-pemerintah dan sektor usaha memiliki potensi besar untuk mendukung penanggulangan bencana. Oleh karena itu, sinergi di bawah satu komando yang dikoordinasikan melalui posko yang diaktivasi pemerintah daerah sangat penting. Hal ini sejalan dengan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menekankan pentingnya komando terpadu dalam penanganan darurat bencana.
Dengan adanya kolaborasi pentaheliks yang solid, diharapkan penanganan bencana di Indonesia dapat lebih efektif dan responsif, meminimalisir dampak kerugian dan memaksimalkan keselamatan masyarakat.