BPOM Perkuat Uji Klinik Nasional, Incar Status WHO
BPOM berupaya meningkatkan mutu uji klinik di Indonesia untuk mengejar status WHO-Listed Authority dan mendorong perkembangan industri obat dalam negeri.
BPOM Tingkatkan Mutu Uji Klinik Nasional
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah gencar meningkatkan kualitas uji klinik di Indonesia. Langkah ini merupakan bagian dari upaya BPOM untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai otoritas pengawas obat dan makanan yang terdaftar di World Health Organization (WHO) atau WHO-Listed Authority (WLA). Targetnya jelas: mendorong Indonesia menjadi pemain utama di industri farmasi global.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menjelaskan bahwa peningkatan mutu uji klinik ini sangat penting. Hal ini tak hanya untuk meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan, tetapi juga untuk memfasilitasi pertumbuhan industri obat dalam negeri. BPOM berkomitmen untuk mendorong percepatan pengembangan usaha di sektor ini.
Dalam menjalankan tugasnya, BPOM bekerja sama dengan berbagai pihak. Kolaborasi erat dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dilakukan untuk memastikan transparansi data uji klinik melalui sharing data. Hal ini menjamin kredibilitas dan akuntabilitas proses uji klinik di Indonesia.
Untuk memastikan standar internasional terpenuhi, BPOM memanfaatkan Global Benchmarking Tools (GBT) dari WHO. Selain itu, digitalisasi juga diadopsi dalam proses bisnis BPOM, khususnya dalam pengajuan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dan mekanisme Obat Pengembangan Baru (OPB)/Investigational New Drug (IND). Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi.
Meskipun demikian, BPOM menemukan masih ada kesenjangan dalam pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman para pelaku uji klinik, regulasi, dan infrastruktur. Kesenjangan ini terkait dengan persyaratan Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB). Untuk mengatasi hal ini, BPOM aktif membantu sentra uji klinik melalui mapping laboratorium riset dan pengawalan pemenuhan CUKB serta Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Kepala BPOM menekankan pentingnya kepatuhan terhadap CUKB. Hal ini krusial untuk melindungi subjek uji klinik dan menghasilkan data yang valid serta kredibel. Peneliti utama bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan uji klinik, termasuk kesiapan infrastruktur dan personel di sentra uji klinik. BPOM juga berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan dalam mengembangkan alat asesmen untuk menilai kematangan unit riset klinis (CRU) berdasarkan standar WHO. Alat ini akan mengevaluasi kesiapan CRU dalam hal infrastruktur, etika, kapasitas staf, dan kemampuan melaksanakan uji klinik yang aman, efisien, dan berkualitas.
Dengan berbagai upaya ini, BPOM berharap dapat meningkatkan kualitas uji klinik di Indonesia dan meraih pengakuan internasional sebagai otoritas pengawas obat dan makanan yang handal. Keberhasilan ini akan berdampak positif bagi perkembangan industri farmasi nasional dan kesehatan masyarakat Indonesia.