Dari Bulir Tercecer hingga Panen Raya: Bagaimana Kesejahteraan Petani Padi di Cirebon Terjaga
Kisah inspiratif petani dan buruh tani di Cirebon yang menggantungkan hidup pada bulir padi. Simak bagaimana Kesejahteraan Petani Padi meningkat berkat dukungan harga dan pemerintah.

Di tengah hamparan sawah hijau yang membentang luas di Cirebon, Jawa Barat, aktivitas panen padi menjadi denyut nadi kehidupan. Para petani dan buruh tani bahu-membahu mengumpulkan gabah, sebuah pemandangan yang merefleksikan kerja keras serta harapan. Setiap bulir padi yang terkumpul bukan sekadar hasil panen, melainkan simbol ketahanan ekonomi desa yang terus berputar.
Proses panen ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari petani penggarap hingga buruh tani yang setia. Mereka bekerja dengan penuh ketelitian, memastikan setiap rumpun padi tertebas sempurna dan gabah terkemas rapi. Pemandangan ini menunjukkan bagaimana sektor pertanian menjadi tulang punggung, menyediakan lapangan kerja dan menopang kehidupan banyak keluarga di pedesaan.
Kondisi ini semakin diperkuat dengan stabilnya harga gabah yang memberikan kepastian bagi para pelaku pertanian. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga seperti Bulog, turut berperan besar dalam menjaga semangat bertani. Dengan demikian, Kesejahteraan Petani Padi di Cirebon terus meningkat, membawa optimisme bagi masa depan pertanian lokal.
Peran Vital Buruh Tani dalam Rantai Ekonomi Padi
Sektor pertanian tidak hanya tentang petani penggarap, tetapi juga melibatkan peran krusial buruh tani yang menggantungkan hidupnya dari jasa menggarap sawah. Carnadi (50), seorang buruh tani dari Desa Cengkuang, adalah salah satu contoh nyata. Sejak kecil, ia telah akrab dengan lumpur sawah, mewarisi pekerjaan dari orang tuanya.
Carnadi melakoni berbagai pekerjaan, mulai dari membuat galangan, memupuk, hingga menyemprot padi dan panen. Dengan upah sekitar Rp100 ribu untuk kerja setengah hari, ia tetap bersyukur dapat menafkahi keluarganya. Meski musim tanam hanya dua kali setahun, ia tak jarang mencari tambahan rezeki di proyek pembangunan irigasi pertanian.
Kepala Desa Cengkuang, Zaenal Arifin, menyebutkan bahwa dari sekitar 5.600 jiwa warganya, sekitar seribuan menggantungkan hidup sebagai buruh tani. Stabilnya harga gabah memicu semangat petani untuk memperluas dan menambah musim tanam. Hal ini secara langsung meningkatkan kebutuhan tenaga kerja, memberikan lebih banyak peluang bagi buruh tani seperti Carnadi.
Rezeki dari Bulir Padi yang Tercecer: Kisah Wahidin
Di tengah hiruk pikuk panen, ada pula kisah unik dari Wahidin (35) asal Indramayu yang tekun mengais sisa bulir padi tercecer di Desa Tegalkarang. Pekerjaan ini ia geluti sejak dua tahun lalu, setelah menikah. Baginya, setiap butir padi yang tersisa adalah rezeki berharga yang dapat menopang kebutuhan keluarga.
Setiap hari, Wahidin berangkat pagi dan pulang sore, biasanya membawa sekitar 10 kilogram gabah. Gabah ini kemudian dijual seharga Rp6.000 per kilogram kepada bandar. Jika beruntung, sebagian hasil pungutan bisa dibawa pulang untuk dimasak, namun tak jarang semua dijual demi memenuhi kebutuhan harian.
Istrinya, Nuroh (33), juga turut serta dalam aktivitas ini, bahkan mampu mengumpulkan 30 hingga 60 kilogram padi dalam sehari. Hasil penjualan ini bisa mencapai Rp200 ribu hingga Rp420 ribu sekali panen. Bagi pasangan muda ini, bulir padi yang jatuh bukan sekadar sisa, melainkan sumber harapan yang menjaga dapur mereka tetap mengepul.
Dampak Positif Harga Gabah Stabil bagi Petani Penggarap
Kesejahteraan Petani Padi di Cirebon kini semakin terjamin berkat kebijakan harga yang stabil. Rojai (50), petani dari Desa Tegalkarang, merasakan betul manfaatnya. Ia bersyukur gabahnya dibeli langsung oleh Perum Bulog di pinggir sawah sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram.
Dulu, Rojai pernah merasakan pahitnya harga gabah anjlok hingga Rp3.700 per kilogram, namun kini panen tidak lagi menjadi sumber kekhawatiran. Setiap hektare sawahnya kini bisa menghasilkan hingga Rp40 juta, menumbuhkan semangatnya untuk terus bertani. Keuntungan ini bahkan memungkinkannya menggaji lima buruh tani dan mengembangkan ternak sapi.
Yoyon (51), petani dari Desa Cengkuang, juga merasakan kelegaan serupa. Dengan HPP baru, ia terbebas dari tawar-menawar yang melelahkan dengan tengkulak. Dari lahan sewaan 0,7 hektare, ia kini bisa meraih hampir Rp10 juta sekali panen. Kebahagiaan ini juga dirasakan buruh tani di desanya yang mendapatkan upah bawon, yaitu berbagi hasil panen dalam bentuk padi.
Komitmen Pemerintah Daerah untuk Ketahanan Pangan dan Petani
Pemerintah Kabupaten Cirebon menunjukkan komitmen kuat dalam memperkuat sektor pertanian demi menjaga ketahanan pangan dan Kesejahteraan Petani Padi. Anggaran sebesar Rp19 miliar dialokasikan untuk infrastruktur pertanian. Kepala Dinas Pertanian Cirebon, Deni Nurcahya, menjelaskan bahwa total anggaran pertanian tahun 2025 mencapai Rp59 miliar, dengan fokus Rp19 miliar untuk mendukung aktivitas pertanian.
Dana tersebut dimanfaatkan untuk berbagai program vital, termasuk pembangunan jalan usaha tani, jaringan irigasi perdesaan, dan penyaluran pupuk bersubsidi. Selain itu, program swakelola yang melibatkan kelompok tani juga terus digalakkan. Dukungan ini melengkapi bantuan dari Kementerian Pertanian berupa alat mesin pertanian dan sumur air tanah dalam.
Dinas Pertanian mencatat adanya sekitar 33 ribu kelompok tani dengan 72 ribu petani penggarap yang mengelola lebih dari 51 ribu hektare sawah produktif. Kebijakan HPP gabah Rp6.500/kg memberikan kepastian harga dan jaminan keuntungan, mendorong petani untuk menanam padi lebih giat. Bulir padi, dari tumbuh hingga dipungut, adalah nadi kehidupan desa, menjadi ruang kerja, harapan, dan sumber rezeki bersama.