Disrupsi Teknologi: Tantangan Besar bagi Pendidikan NU dan Indonesia
Menteri Koordinator PMK, Pratikno, menyoroti tantangan besar disrupsi teknologi terhadap dunia pendidikan, khususnya bagi NU yang memiliki ribuan lembaga pendidikan, dan menekankan perlunya transformasi dan tata kelola yang baik.

Jakarta, 22 Januari 2024 - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Pratikno, mengungkapkan bahwa disrupsi teknologi menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan Indonesia, termasuk bagi Nahdlatul Ulama (NU).
Dalam sambutannya pada Kongres Pendidikan Nahdlatul Ulama di Jakarta, Pratikno menekankan betapa beratnya tantangan disrupsi ini. Ia memberikan contoh nyata di bidang sains dan teknologi, di mana banyak pekerjaan hilang karena tergantikan oleh otomatisasi.
Perkembangan pesat kecerdasan buatan (AI) dan robotika telah mengubah lanskap pekerjaan. "Di fakultas kedokteran, misalnya, sudah banyak aplikasi yang mengukur tekanan darah dan detak jantung selama 24 jam, peran yang sebelumnya dilakukan manusia," jelas Pratikno. Hal ini menunjukkan betapa besarnya tantangan yang dihadapi lembaga pendidikan dalam menghadapi perkembangan teknologi.
Tidak hanya di bidang sains dan teknologi, disrupsi juga terasa di sektor pendidikan agama. Pesantren dan guru ngaji kini harus bersaing dengan content creator dan influencer digital yang memiliki jangkauan lebih luas. "Kita mencetak ribuan guru ngaji, ribuan pesantren, namun mereka harus bersaing dengan YouTuber dan TikToker yang jangkauannya jauh lebih besar," ujar Pratikno.
Untuk menghadapi tantangan ini, Pratikno menekankan pentingnya transformasi dan tata kelola yang baik dalam pengelolaan lembaga pendidikan NU. "Governance dan regulasi yang efektif menjadi kunci," tegasnya. Transformasi digital dan adaptasi terhadap teknologi menjadi hal krusial yang harus dipertimbangkan.
NU sendiri memiliki banyak lembaga pendidikan. Pratikno mencatat Maarif NU menaungi lebih dari 20.000 lembaga pendidikan, 23.000 pesantren di bawah Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI), dan Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPT NU) membawahi 253 lembaga pendidikan tinggi, 20 di antaranya berafiliasi dengan PBNU.
Potensi ini sangat besar dan perlu dioptimalkan. Tantangan disrupsi teknologi menuntut NU untuk beradaptasi dan berinovasi dalam metode pengajaran, kurikulum, dan pengelolaan lembaga pendidikannya agar tetap relevan dan mampu mencetak generasi yang siap menghadapi masa depan.
Kesimpulannya, disrupsi teknologi merupakan tantangan besar yang harus dihadapi dunia pendidikan. NU, dengan jumlah lembaga pendidikan yang sangat besar, perlu melakukan transformasi dan pengelolaan yang baik agar tetap mampu mencetak generasi yang unggul dan berdaya saing di era digital.