Dosen di Mataram Terancam 12 Tahun Penjara Kasus Pelecehan Seksual Sesama Jenis
Seorang dosen di Mataram, NTB, terancam hukuman 12 tahun penjara atas kasus dugaan pelecehan seksual sesama jenis terhadap empat mahasiswa, dengan potensi hukuman lebih tinggi karena adanya pemberatan.

Seorang dosen di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), berinisial LRR, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual sesama jenis dan terancam hukuman penjara selama 12 tahun. Kasus ini terungkap setelah serangkaian investigasi dan pengumpulan bukti oleh pihak kepolisian. Korbannya diduga mencapai 12 orang mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi tempat LRR mengajar.
Akibat perbuatannya, LRR kini ditahan di sel tahanan Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti Polda NTB sejak 21 April 2025. Penetapan tersangka ini didasarkan pada dua alat bukti yang cukup, hasil dari pemeriksaan saksi, dan pendapat ahli hukum pidana, psikologi forensik, dan bahasa. Pihak kampus pun telah mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan LRR dari jabatannya sebagai dosen.
Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku. Ancaman hukuman yang berat diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Peristiwa ini juga menimbulkan keprihatinan akan lingkungan kampus yang seharusnya menjadi tempat aman bagi para mahasiswa.
Ancaman Hukuman Berat bagi Tersangka
Kepala Subdirektorat Bidang Renakta Reskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, menjelaskan bahwa ancaman hukuman maksimal bagi LRR adalah 12 tahun penjara berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Namun, ancaman hukuman tersebut dapat lebih tinggi karena adanya dugaan pelecehan terhadap empat korban. Penyidik telah menetapkan LRR sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran tindak pidana pelecehan seksual fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut.
Proses penetapan tersangka ini melibatkan berbagai pihak, termasuk penyidik yang telah melakukan pemeriksaan saksi dan mendengarkan pendapat ahli. Hal ini menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini dan memastikan keadilan bagi para korban. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan rasa keadilan bagi para korban dan mencegah terjadinya kasus serupa di kemudian hari.
Penahanan LRR menunjukkan komitmen pihak kepolisian untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi para korban pelecehan seksual. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya peran berbagai pihak, termasuk kampus, dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual.
Peran Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB
Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB turut berperan aktif dalam penanganan kasus ini. Mereka telah menghimpun informasi dan data terkait jumlah korban yang mencapai 12 orang mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Peran aktif KSKS NTB menunjukkan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
KSKS NTB juga turut menyoroti tindakan tegas yang diambil pihak kampus dengan memberhentikan LRR sebagai dosen. Hal ini menunjukkan komitmen kampus dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Tindakan tegas ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi perguruan tinggi lainnya dalam menangani kasus serupa.
Keberadaan KSKS NTB dan peran aktifnya dalam kasus ini menunjukkan pentingnya peran organisasi masyarakat sipil dalam mengawal dan memastikan penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual. Partisipasi aktif masyarakat sipil sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi korban kekerasan seksual.
Kesimpulan: Kasus ini menjadi sorotan penting dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Hukuman berat yang dihadapi tersangka diharapkan dapat memberikan efek jera dan mendorong penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan seksual. Peran aktif berbagai pihak, termasuk kepolisian, kampus, dan organisasi masyarakat sipil, sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi korban.