Berkas Perkara Oknum Dosen LRR yang Terduga Lakukan Pelecehan Seksual Rampung, Terancam 12 Tahun Penjara
Polda NTB telah menyelesaikan berkas perkara pelecehan seksual terhadap 12 mahasiswa oleh oknum dosen LRR dengan modus 'Zikir Zakar', terancam hukuman 12 tahun penjara.

Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) telah menyelesaikan berkas perkara kasus pelecehan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh oknum dosen berinisial LRR. Tersangka diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap sedikitnya 12 mahasiswa dengan modus kegiatan keagamaan bernama 'Zikir Zakar'. Peristiwa ini terjadi di Nusa Tenggara Barat dan telah menyebabkan trauma mendalam bagi para korban. Proses penyidikan yang melibatkan berbagai ahli telah berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung dakwaan terhadap tersangka.
Kepala Subdirektorat Bidang Renakta Reskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, menyatakan bahwa berkas perkara telah dinyatakan lengkap dan siap dilimpahkan ke jaksa untuk tahap satu. Pelimpahan berkas ini direncanakan dilakukan pada hari Senin. Penyidik telah bekerja keras mengumpulkan berbagai alat bukti untuk memperkuat kasus ini, memastikan keadilan bagi para korban.
Proses penyidikan yang dilakukan Polda NTB sangat komprehensif dan melibatkan berbagai pihak. Selain keterangan dari para korban, penyidik juga telah melibatkan ahli psikologi dan ahli pidana untuk menganalisis bukti-bukti yang ada. Pemeriksaan psikologis dilakukan tidak hanya pada korban, tetapi juga pada tersangka untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai kasus ini. Hal ini menunjukkan komitmen Polda NTB dalam menangani kasus pelecehan seksual dengan serius dan profesional.
Proses Hukum dan Ancaman Hukuman
Tersangka LRR saat ini ditahan di Rutan Polda NTB sejak tanggal 21 April 2025. Ia dijerat dengan Pasal 6 juncto Pasal 15 huruf e Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang ancaman hukumannya mencapai 12 tahun penjara. Pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana pelecehan seksual fisik. Proses hukum akan berlanjut dengan pelimpahan berkas perkara ke kejaksaan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol. Syarif Hidayat, sebelumnya menjelaskan bahwa penetapan dan penahanan tersangka LRR didasarkan pada dua alat bukti yang cukup. Bukti-bukti tersebut diperoleh dari serangkaian pemeriksaan saksi dan pendapat dari ahli hukum pidana, psikologi forensik, dan bahasa. Proses pengumpulan bukti ini menunjukkan keseriusan pihak kepolisian dalam mengusut kasus ini secara menyeluruh dan profesional.
Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB turut berperan aktif dalam penanganan kasus ini dengan membantu menghimpun keterangan dari para korban. KSKS NTB berhasil mengidentifikasi sedikitnya 12 korban yang merupakan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi tempat tersangka mengajar. Peran aktif KSKS NTB menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pihak kepolisian dan organisasi masyarakat sipil dalam menangani kasus kekerasan seksual.
Dampak dan Tindakan Pihak Kampus
Sebagai buntut dari terungkapnya kasus ini, pihak kampus telah mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan LRR sebagai dosen. Tindakan ini menunjukkan komitmen kampus dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Pihak kampus diharapkan dapat terus meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pentingnya perlindungan bagi korban kekerasan seksual dan perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku. Proses hukum yang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban dan memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual lainnya. Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya peran berbagai pihak, termasuk kampus dan organisasi masyarakat sipil, dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual.
Kesimpulan: Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen LRR ini menyoroti pentingnya perlindungan bagi korban dan penegakan hukum yang tegas. Proses hukum yang transparan dan melibatkan berbagai ahli diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Peran aktif berbagai pihak, termasuk kampus dan organisasi masyarakat sipil, sangat penting dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual.