DPR Desak Aparat Tindak Tegas Pelaku Penyimpangan Impor
Anggota Komisi III DPR RI mendesak aparat penegak hukum menindak tegas pelaku penyimpangan impor yang merugikan negara dan industri dalam negeri.

Anggota Komisi III DPR RI, Soedison Tandra, mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas para pelaku penyimpangan impor yang telah mengurangi potensi pendapatan negara. Pernyataan tersebut disampaikan di Jakarta pada Jumat, 21 Februari.
Soedison mengungkapkan keprihatinannya atas dampak negatif penyimpangan impor terhadap industri dalam negeri dan penerimaan negara. Ia meminta kepolisian dan kejaksaan untuk segera melakukan penyelidikan mendalam, bahkan turut menyoroti dugaan keterlibatan oknum aparat, khususnya di bidang bea cukai. "Kami meminta kepolisian dan kejaksaan untuk segera melakukan penyelidikan mendalam. Kami juga mensinyalir adanya keterlibatan oknum aparat, khususnya di bidang bea cukai," tegas Soedison.
Ia menjelaskan bahwa terdapat dua jenis importir, yaitu pemegang Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) dan Angka Pengenal Impor Umum (API-U), yang praktiknya seringkali menyimpang. API-P seharusnya hanya digunakan untuk mengimpor bahan baku produksi, bukan untuk dijual bebas. Sementara API-U tidak diperbolehkan mengimpor bahan jadi untuk langsung didistribusikan ke konsumen. Praktik penyimpangan ini telah menimbulkan kerugian besar bagi perekonomian Indonesia.
Modus Penyimpangan Impor
Soedison memaparkan dua modus utama penyimpangan impor. Modus pertama adalah importir API-P yang justru memasukkan bahan jadi, bukan bahan baku. Modus kedua adalah pengurangan pelaporan volume impor. "Misalnya mereka impor 100 unit, tetapi yang dilaporkan hanya 20 unit. Hal ini berdampak buruk pada industri tekstil dalam negeri," jelasnya. Praktik curang ini jelas merugikan negara dan industri dalam negeri.
Dampak dari penyimpangan impor ini sangat luas dan merugikan. Persaingan usaha menjadi tidak sehat, bahkan menyebabkan kebangkrutan pelaku industri dalam negeri, khususnya industri tekstil. "Ini merusak industri lokal, menghambat lapangan pekerjaan, bahkan berkontribusi terhadap meningkatnya angka pengangguran," ujar Soedison dengan nada tegas.
Lebih lanjut, Soedison menjelaskan bahwa praktik penyimpangan impor ini juga berdampak pada penerimaan negara yang berkurang signifikan. Hal ini tentu saja sangat merugikan keuangan negara dan berpotensi menghambat pembangunan nasional. Oleh karena itu, tindakan tegas perlu segera dilakukan untuk mencegah kerugian yang lebih besar lagi.
Langkah Komisi III DPR RI
Sebagai respons atas maraknya penyimpangan dalam aktivitas impor, Komisi III DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Barang Impor dan Narkotika. Panja ini akan berperan aktif dalam mengawasi dan menindaklanjuti kasus-kasus penyimpangan impor yang terjadi. "Dalam waktu dekat Panja Pengawasan Penegakan Hukum Barang Impor dan Narkotika akan melakukan sidak mengenai dugaan kasus tersebut," kata Soedison.
Pembentukan Panja ini menunjukkan keseriusan DPR dalam mengatasi masalah penyimpangan impor. Langkah ini diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku dan melindungi industri dalam negeri dari praktik-praktik yang tidak sehat. Diharapkan juga, Panja ini dapat mengungkap jaringan pelaku penyimpangan impor dan menjerat mereka sesuai hukum yang berlaku.
Ke depan, pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya penyimpangan impor. Kerjasama antar lembaga dan stakeholder terkait juga sangat penting untuk menciptakan iklim usaha yang adil dan sehat bagi semua pelaku ekonomi di Indonesia. Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses impor untuk meminimalisir potensi penyimpangan.
Dengan adanya Panja ini, diharapkan proses penegakan hukum terhadap pelaku penyimpangan impor akan lebih efektif dan efisien. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan negara dan industri dalam negeri serta menciptakan iklim investasi yang kondusif.