DPR Dukung Larangan Roblox untuk Siswa: 65% Pelajar Kecanduan Games Daring, Konten Kekerasan Mengkhawatirkan
Wakil Ketua Komisi X DPR RI mendukung larangan Roblox bagi siswa karena kekhawatiran konten kekerasan dan dampak buruk pada prestasi. Apa bahaya tersembunyi di balik game ini?

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyatakan dukungannya terhadap langkah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang melarang anak-anak memainkan games daring Roblox. Dukungan ini merupakan upaya preventif untuk melindungi peserta didik dari paparan konten kekerasan serta perilaku negatif yang berpotensi ditiru. Pernyataan tersebut disampaikan Irfani usai menjadi pembicara dalam diskusi pendidikan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada Sabtu, 9 Agustus.
Irfani menyoroti dampak mengkhawatirkan dari games daring seperti Roblox, terutama karena keberadaan konten kekerasan dan bullying di dalamnya. Banyak kasus kekerasan di lingkungan sekolah, setelah ditelusuri, ternyata memiliki korelasi dengan pengaruh games online semacam ini. Kekhawatiran ini mendasari urgensi pelarangan demi menjaga ekosistem pendidikan yang aman dan kondusif bagi siswa.
Situasi ini diperparah dengan data yang dihimpun Komisi X DPR RI, menunjukkan bahwa 65 persen siswa di Indonesia menghabiskan minimal empat jam per hari untuk bermain games daring. Kondisi tersebut belum termasuk waktu yang dialokasikan untuk mengakses media sosial. Lalu Hadrian Irfani berharap dinas pendidikan di seluruh kabupaten/kota, termasuk NTB, dapat mengawasi secara ketat fenomena ini.
Dampak Mengkhawatirkan Games Daring pada Siswa
Games daring, khususnya Roblox, menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pemangku kepentingan pendidikan. Konten kekerasan dan bullying yang terdapat dalam permainan ini disinyalir menjadi pemicu tindakan serupa di dunia nyata. Angka 65 persen siswa yang menghabiskan berjam-jam setiap hari di depan layar untuk bermain games daring menunjukkan skala masalah yang tidak bisa diabaikan.
Kecanduan games daring terbukti berdampak buruk pada kesehatan fisik dan prestasi akademik siswa. Komisioner KPAI pernah menginformasikan adanya kasus seorang siswa di Kota Semarang yang enggan bersekolah akibat kecanduan bermain games di ponsel. Fenomena ini menjadi bukti nyata bahwa hiburan digital dapat berubah menjadi ancaman serius bagi masa depan pendidikan anak-anak.
Mendikdasmen Abdul Mu'ti menambahkan bahwa anak-anak usia sekolah dasar belum memiliki kemampuan intelektual yang memadai untuk membedakan antara adegan nyata dan rekayasa dalam games. Mereka cenderung menjadi "peniru ulung" yang dapat meniru tindakan kekerasan yang mereka saksikan dalam games daring. Hal ini menekankan perlunya pengawasan ketat dari orang tua dan pihak sekolah.
Urgensi Regulasi dan Pengawasan Ketat
Melihat dampak negatif yang masif, Lalu Hadrian Irfani mendorong pemerintah untuk segera merumuskan regulasi komprehensif. Regulasi ini tidak hanya bertujuan membatasi akses terhadap games daring berbahaya, tetapi juga mengatur waktu penggunaan gawai oleh siswa. Pembatasan akses ini diharapkan dapat meminimalisir paparan konten negatif yang berpotensi merusak karakter anak.
Beberapa negara telah menerapkan pembatasan penggunaan ponsel di lingkungan sekolah atau pada jam-jam tertentu. Indonesia perlu belajar dari praktik terbaik ini untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat bagi generasi muda. Penerapan regulasi yang jelas akan memberikan panduan bagi orang tua, sekolah, dan penyedia layanan digital.
Pengawasan ketat dari dinas pendidikan di daerah menjadi kunci keberhasilan implementasi larangan dan regulasi ini. Kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, dan orang tua sangat dibutuhkan. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung tumbuh kembang anak secara positif, jauh dari pengaruh buruk games daring.