DPR Temukan 8 Poin Permasalahan di Papua Barat Daya, Apa Saja?
Komisi II DPR RI menemukan delapan poin penting yang perlu dievaluasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Papua Barat Daya, mulai dari infrastruktur hingga realisasi dana hibah.

Jakarta, 5 Mei 2024 - Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR RI menemukan delapan poin krusial yang memerlukan evaluasi menyeluruh terkait penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Papua Barat Daya. Temuan ini muncul setelah dilakukan evaluasi terhadap empat daerah otonom baru (DOB) di Papua. Kedelapan poin tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari penyelenggaraan pemerintahan daerah hingga realisasi dana hibah, dan akan dibahas lebih lanjut dengan Kementerian Dalam Negeri.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menjelaskan bahwa permasalahan yang ditemukan akan menjadi bahan diskusi penting dalam rapat bersama Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya. Hal ini bertujuan untuk mencari solusi atas berbagai tantangan yang dihadapi provinsi termuda ini dalam proses pembangunan dan pemerintahannya. Beliau menekankan pentingnya kolaborasi untuk memastikan keberhasilan otonomi daerah di Papua Barat Daya.
Penemuan delapan poin permasalahan ini menjadi sorotan penting, mengingat Provinsi Papua Barat Daya merupakan daerah otonom baru yang masih dalam tahap pembangunan dan konsolidasi pemerintahan. Evaluasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang perkembangan dan tantangan yang dihadapi, serta menjadi dasar bagi perencanaan pembangunan yang lebih efektif dan terarah di masa mendatang.
Delapan Poin Krusial yang Perlu Dievaluasi di Papua Barat Daya
Berikut delapan poin evaluasi yang ditemukan Panja Komisi II DPR RI terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Papua Barat Daya:
- Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah: Evaluasi terhadap pelaksanaan dan perkembangan urusan pemerintahan daerah, mulai dari era penjabat gubernur hingga gubernur definitif.
- Pembangunan Infrastruktur: Proses perkembangan pembangunan infrastruktur, termasuk Kantor Gubernur, sekretariat daerah, dan perangkat daerah lainnya.
- Ketersediaan Anggaran Infrastruktur: Evaluasi ketersediaan anggaran infrastruktur dari APBN dan APBD Provinsi Papua Barat Daya.
- Transfer Anggaran Pusat: Evaluasi transfer anggaran pusat ke daerah pada tahun 2025, meliputi DAU, DAK, alokasi dana desa, dana bagi hasil, dan dana otonomi khusus (otsus).
- Penyerahan Aset dan Dokumen: Penuntasan penyerahan aset dan dokumen dari provinsi induk ke Provinsi Papua Barat Daya.
- Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW): Penyelesaian RTRW provinsi yang sesuai dengan RTRW nasional.
- Pengisian ASN: Pemenuhan kuota ASN yang berasal dari Orang Asli Papua (OAP) minimal 80 persen, sesuai ketentuan undang-undang.
- Realisasi Dana Hibah: Realisasi dana hibah pemekaran Provinsi Papua Barat Daya dan dana hibah NPHD untuk KPU dan Bawaslu dalam Pilkada 2024.
Rifqinizamy Karsayuda juga menjelaskan bahwa pemekaran Provinsi Papua Barat Daya berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021, bukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2024. Hal ini perlu menjadi perhatian dalam proses evaluasi dan penyelesaian permasalahan yang ada.
Diharapkan, pemekaran ini dapat mempercepat pemerataan pembangunan, meningkatkan pelayanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua Barat Daya, serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua (OAP). "Selain itu, mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua (OAP)," ujar Rifqinizamy.
Proses evaluasi ini menjadi langkah penting dalam memastikan keberhasilan otonomi daerah di Papua Barat Daya dan menjawab berbagai tantangan pembangunan di wilayah tersebut. Kolaborasi antara DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya sangat krusial untuk mencapai tujuan tersebut.